MvpTogeteR

MvpTogeteR
Selamat datang Didunia MVP

Selasa, 19 Maret 2013

Penanggulangan Kehamilan Akibat Perkosaan Dengan Penguguran Kandungan


Aborsi merupakan bagian yang paling kontroversial dari masalah kesehatan reproduksi. Salah satu alasan utama aborsi adalah kehamilan yang tidak direncanakan atau tidak diinginkan. Dimana kehamilan yang tidak direncanakan atau tidak diinginkan tersebut, dapat menimbulkan dampak yang kurang baik bagi si ibu maupun janin yang dikandungnya. Seperti Depresi hingga kematian, dapat terjadi akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan yang tidak direncanakan dan tidak diinginkan diantaranya dapat terjadi akibat kegagalan kontrasepsi, seperti: lupa minum pil KB, terlambat suntik KB, kegagalan senggama terputus, ataupun akibat perkosaan. Tentu saja, kehamilan yang tidak direncanakan ini berbeda dengan Kehamilan yang direncanakan dan diinginkan, sebab hal itu akan menimbulkan kebahagiaan.

Perempuan dan anak perempuan merupakan kelompok yang paling rentan sebagai korban perkosaan. Perkosaan dapat terjadi karena faktor diri pribadinya, faktor interaksi dengan lingkungannya dan faktor sosial kemasyarakatan yang melingkupinya. Perempuan sebagai korban perkosaan mengalami dua jenis penderitaan. Pertama adalah kesengsaraan akibat kekerasan fisik maupun jiwanya, yang terjadi sebagai akibat langsung dari perkosaan yang berakhir pada cedera fisik, kematian, penularan penyakit seksual menular, ataupun kehamilan. Kedua adalah kesengsaraan akibat kekerasan psikis dari perkosaan. Kekerasan psikis pada perkosaan menyebabkan korban marah, malu, sedih, menyesal, dan cenderung menutup diri dan enggan untuk bersosialisasi dengan lingkungannya yang keseluruhannya disebut sebagai post traumatic stress.

Perkosaan merupakan suatu penyerangan seksual yang paling sering terjadi dalam masyarakat. Pada perkosaan terdapat unsur kekerasan terhadap korban (perempuan) berupa kekerasan fisik yang dapat menimbuklan luka, baik luka ringan, sedang, berat atau bahkan yang dapat menyebabkan kematian.Visum et Repertum (VER) adalah laporan hasil pemeriksaan dokter terhadap seorang korban. VER pada kasus perkosaan merupakan alat bukti untuk membuktikan ada tidaknya persetubuhan dan kekerasan yang dilakukan (pelaku) terhadap korban. Secara fisik, perkosaan dapat menimbulkan pasa sakit pada perempuan korban perkosaan apalagi kalau perkosaan itu dilakukan secara berulang-ulang dan dalam jangka waktu yang lama. Perlukaan pada perkosaan tidak hanya ditemukan pada bagian non-erogen saja, tapi terdapat juga pada bagian erogen seperti bibir, mata, leher, payudara, lengan, dan paha, Selain kekerasan fisik, perempuan korban dari perkosaan dapat pula mengalami komplikasi lain dari perkosaan berupa penyakit kelamin atau kehamilan yang tidak dikehendakinya. Oleh karena itu perlu adanya penanggulangan kehamilan akibat pemerkosaan, sebab dengan adanya Hal ini setidaknya kita bisa melindungi kepada mereka yang sebenarnya adalah Korban.


Pengertian Hukum.

Hukum sebenarnya mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi barang siapa yang melakukannya ketika memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang. Ketika ada yang seorang melanggar hukum, maka orang akan dijatuhi sanksi atau hukuman. Tetapi hukum tak hanya mengatur mengenai larangan, sebab hukum juga terkadang mengatur mengenai tata cara perilaku, memberikan perlindungan bagi korban, dimana tujuannya memberikan keadilan bagi semua orang. Banyak contoh mengenai hukum, diantaranya ada hukum Pidana. Dimana Dalam hukum pidana dikenal, 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran, kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang, seperti tidak pakai helm, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya. Tetapi sesuai dengan tema kita mengenai Penanggulangan kehamilan akibat perkosaan dengan cara pengguguran sangat berkaitan sekali dengan Hukum Pidana.

Tujuan hukum pidana Indonesia adalah melindungi korban suatu tindak pidana kejahatan seperti kejahatan perkosaan, terutama dalam bentuk pemidanaan terhadap pihak yang dinyatakan bersalah sebagai pelaku tindak pidana. Penghukuman yang dijatuhkan pada pelaku ini merupakan salah satu hak yang dituntut oleh pihak korban. Korban yang dirugikan secara fisik dan psikologis menuntut para penegak hukum untuk memberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatan si pelaku. Sanksi hukuman berupa pemidanaan yang dirumuskan pasal 285 KUHP disebutkan bahwa hukuman yang akan ditanggung pelaku perkosaan paling lama adalah 12 tahun penjara. Ancaman pidana tersebut diharapkan dapat membuat pelaku jera dan tidak mengulangi perbuatannya lagi. Hal ini merupakan ancaman hukum secara maksimal, sehingga terhadap pelaku dapat ditetapkan berapapun lamanya hukuman penjara sesuai dengan “kehendak” Hakim yang menjatuhkan vonis. Namun tampaknya, persepsi para hakim masih berbeda-beda.
Perkosaan dalam hukum positif Indonesia diatur dalam Buku II KUHP, Pasal 285 KUHP, menyatakan:
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karenamelakukan perkosaan, dengan pidana perjara paling lama dua belas tahun”

Ketentuan hukum di Indonesia hanya membolehkan aborsi dilakukan apabila kehamilan membahayakan nyawa ibu hamil. Hal ini terdapat dalam UU No 36tahun 2009 tentang Kesehatan. Aborsi diperbolehkan karena adanya indikasi medis tertentu, berdasarkan pertimbangan tim ahli, dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan dan keluarganya, dan pada sarana tertentu ketentuan aborsi di Indonesia belum sempurna.


Definisi Aborsi

Abortus atau yang lebih dikenal dalam masyarakat awam sebagai Aborsi, berasal dari bahasa Latin yang berarti keguguran karena kesengajaan, AbortusProvocatus merupakan salah satu dari berbagai macam abortus.

  1. Definisi lain mengenai abortus adalah: “Berakhirnya suatu kehamilan (olehakibat-akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan/ kehamilan yang tidak di kehendaki atau diinginkan.”
  2. Ada pula yang menyatakan bahwa abortus adalah “pengeluaran hasil konsepsi(pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Iniadalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.”
  3. Pendefinisian Abortus atau dalam bahasa inggris abortion, didefinisikan dalam Black’s Law Dictionary, sebagai berikut:
An artificially induced termination of pregnancy for the purpose of destroying an embryo or fetus”
Dari kesemua definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa abortusdapat terjadi karena disengaja ataupun tidak disengaja.Berdasarkan pada cara keluarnya janin, abortus dapat dibedakan menjadi:

  1. Abortus Spontan, atau di dalam masyarakat awam di kenal sebagaikeguguran, di mana dari 100 kehamilan, 20% dari kehamilan tersebut akanmengalami abortus spontan, penyebab dari abortus spontan adalah: a)Terlalu capai. b)Olahraga terlalu banyak. c)Daya tahan tubuh rendah. d)Leher rahim lemah.e)TORCH:
  • Toxoplasma; parasit pada urine anjing.
  • Rubella: virus campak jerman.
  • CMV: virus.
  • Herpes: virus penyakit kelamin.
  1. Abortus Provocatus, atau abortus yang disengaja, yang dapat dibagi lagi menjadi :a)Abortus Provocatus Terapendikus (medicinalis): abortus dilakukan karena adanya indikasi medis. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, hal ini diatur dalam pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, sepanjang abortus di lakukan sesuai pasaldari Undang- Undang kesehatan tersebut, abortus menjadi sahsecara hukum. b)Abortus Provocatus Criminalis: abortus dilakukan tanpa adanyaindikasi medis, sehingga dianggap tidak sah secara hukum.Agar tidak terjadi salah penafsiran di antara pembaca, maka untuk selanjutnya, bila ada kata abortus maka yang dimaksud adalah abortus provocatus, atau abortus yang dilakukan secara sengaja.


Definisi Perkosaan

Pengertian istilah perkosaan yan dijumpai dalam Kamus Besar BahasaIndonesia hampir sama dengan pengertian perkosaan dalam KUHP. Perkosaan berasal dari kata “Perkosa” yang berarti paksa, gagah, kuat, perkasa. Memperkosa berartimendudukkan dengan kekerasan, memaksa dengan kekerasan, mengagahi, melanggar (menyerang, dsb) dengan kekerasan. Sedangkan perkosaan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan memperkosa, pelanggaran dengan kekerasan. Definisi lain mengenai perkosaan juga diberikan dalam Black’s Law Dictionary, dalam definisi ini, perkosaan di definisikan sebagai:
Unlawful sexual activity (esp intercourse) with a person (usu. A female)without consent and usu. By force or threat of injury”
Dari definisi yang ada dalam Black’s Law Dictionary dapat ditarik kesimpulan bahwa perkosaan adalah aktivitas sexual yang bertentangan dengan hukum, dilakukan pada umumnya oleh laki-laki terhadap perempuan, dengan tanpa persetujuan,dilakukan dengan kekerasan atau ancaman atas kekerasan Istilah perkosaan secara hukum terdapat dalam Buku II KUHP, Pasal 285KUHP, yang menyatakan:
Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karenamelakukan perkosaan, dengan pidana perjara paling lama dua belas tahun”
Selain definisi-definisi tersebut, ada juga yang berpendapat bahwa perkosaanadalah tindakan seksual yang dilakukan tanpa persetujuan wanita yang bersangkutan,atau tindakan menyetubuhi seorang wanita yang bukan istrinya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.

Perkosaan adalah penggunaan ancaman, kekuatan fisik atau intimidasi dalamrangka memperoleh relasi seksual dengan orang lain yang bertentangan dengankehendak orang tersebut.

Terlepas dari definisi-definisi tersebut diatas, perkosaan itu sendiri dapat digolongkan menjadi:
  1. Seductive rape
Yaitu perkosaan yang terjadi karena pelaku merasa terangsang nafsu birahinya, dan ini bersifat sangat subyektif. Biasanya tipe perkosaan seperti initerjadi justru diantara mereka yang sudah saling mengenal, misalnya perkosaan oleh pacar, teman atau orang-orang dekat lainnya. Faktor pergaulandan interaksi sangat berpengaruh pada terjadinya perkosaan jenis ini/
  1. Sadistic rape
Yaitu perkosaan yang dilakukan secara sadis. Dalam hal ini pelaku mendapatkepuasan seksual bukan karena bersetubuh, melainkan karena perbuatankekerasan yang dilakukannya terhadap tubuh perempuan, terutama organgenitalnya.
  1. Anger rape
Yaitu perkosaan yang dilakukan sebagai ungkapan kemarahan pelaku.Perkosaan jenis ini biasanya disertai dengan tindakan-tindakan brutal secarafisik. Kepuasan seks bukan tujuan utama dari pelaku, melainkanterlampiaskannya rasa marah.
  1. Dominaton rape
Dalam hal ini pelaku ingiin menunjukkan dominasinya pada korban.Kekerasan fisik bukan merupakan tujuan utama dari pelaku, karena ia hanyaingin menguasai korban secara seksual. Dengan demikian pelaku dapatmembuktikan dirinya bahwa ia berkuasa atas orang-orang tertentu, misalnya perkosaan oleh majikan terhadap pembantunya.
  1. Exploitation rape
Perkosaan jenis ini dapat terjadi karena ketergantungan korban pada pelaku, baik secara ekonomi maupun secara sosial. Dalam hal ini tanpa menggunakankekerasan fisikpun pelaku dapat memaksakan keinginannya pada korban,misalnya perkosaan majikan terhadap buruhnya. Meskipun ada persetujian,hal itu bukan karena adanya keinginan seksual dari korban, melainkan adaketakutan apabila dipecat dari pekerjaannya.Dalam melakukan kejahatannya, pemerkosa seringkali tidak pilih-pilih sasarankorban. Perempuan berumur 10 sampai 29 tahun menghadapi bahaya perkosaan paling besar. Disebutkan juga bahwa kurang lebih 50% dilakukan oleh pria yang tak dikenal dan 50% dilakukan oleh pria yang dikenal oleh korban, baik itu anggotakeluarga sendiri ataupun kenalan lain. Dan yang perlu dicermati dalam banyak kasus perkosaan, pelaku lebih memilih korban yang secara fisik lebih lemah dari pelaku.

Tindakan Aborsi Sebagai Perlindungan Terhadap Korban Perkosaan

Betapa beratnya beban yang ditanggung dan diderita oleh seorang korban perkosaan apalagi jika si korban hamil akibat perkosaan tersebut. Kehamilan yang dialami oleh korban perkosaan tentu saja akan membawa penderitaan bagi korban perkosaan yang mengalaminya. Jika kandungan tersebut tetap dilakukan hingga lahir maka penderitaan yang dialami oleh tersebut akan semakin mendalam, sebab bagaimanapun juga bayi tersebut merupakan hasil dari perbuatan keji kaum pria yang tidak bertanggung jawab dan hanya melampiaskan nafsu birahinya saja. Oleh sebab itu tindakan aborsi merupakan pilihan alternatif yang dapat ditempuh oleh korban perkosaan yang hamil. Mungkin sebagaian Masyarakat menyetujui tindakan abortus provocatus bagi korban perkosaan. Dimana Korban perkosaan yang mengalami kehamilan harus diperlakukan sebagai kasus darurat sehingga kepadanya bisa diberikan pertolongan sesuai dengan kebutuhannya.Sebenarnya tuntutan forum kesehatan tersebut tidaklah berlebihan karena realita menjunjukkan bahwa ada golongan masyarakat yang juga mendukung dilakukannya abortus provocatus sebagai perlindungan bagi korban perkosaan yang hamil. Golongan masyarakat yang mendukung dilakukannya abortus provocatus bagi korban perkosaan disebut dengan pro-choice, yaitu lebih mengedepankan pilihan si perempuan mau melanjutkan kehamilan atau mengakhirinya dengan aborsi, namun ada pula kelompok pro-life yaitu kelompok yang menekankan hak janin untuk hidup sebab mengaborsi janin sama saja dengan pembunuhan.

Ketentuan mengenai abortus provocatus dalam hukum di Indonesia, dapat ditemukan dalam Bab XIV Buku Kedua KUHP tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan (khususnya pasal 299), Bab XIX Buku Kedua KUHP tentang Kejahatan Terhadap Nyawa (khususnya pasal 346-349). Dalam pasal-pasal KUHP, tindakan abortus provocatus tidak diperbolehkan diIndonesia. KUHP tidak melegalkan abortus provocatus di Indonesia tanpa kecuali. Dengan demikian sistem perundang-undangan Indonesia, khususnya KUHP tidak memberikan suatu pengecualian terhadap kemungkinan untuk melakukan aborsi, baik itu atas pertimbangan medis dan yang disebut dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia pro-life atau pro-choice?,
abortus provocatus therapeuticus, Si perempuan yang hamil dapat terkena ancaman pidana kalau ia dengan sengaja menggugurkan kandungan tanpa bantuan orang lain. Ia juga dapat terkenaancaman pidana apabila ia meminta bantuan orang orang lain dengan cara menyuruh orang lain untuk menggugurkan kandungannya itu. Jika terbukti bersalah maka pihak yang membantu itu juga turut dipidana seperti halnya si perempuan hamil yang melakukan abortus provocatus tersebut. Dalam KUHP tidak diberikan penjelasan mengenai pengertian kandungan itusendiri. Menurut pandangan penulis, seorang perempuan korban perkosaan memiliki hak untuk dapat melakukan abortus provocatus atas kehamilan yang tidak diinginkan tersebut. Hal ini berkaitan dengan hak reroduksi perempuan yang diakui dan dilindungi oleh pemerintah Indonesia. Hanya saja hak reproduksi yang diakui dan dilindungi oleh pemerintah hanyalah hal untuk haid, hamil, melahirkan, dan menyusui(Pasal 49 (2) UU No 39/ 1999 tentang Hak Asasi Manusia). Sedangkan hak untuk tidak meneruskan kehamilan belum dipandang sebagai suatu hak bagi kaum perempuan. Realita banyaknya kasus abortus provocatus secara diam-diam menunjukkan bahwa ada sebagian masyarakat yang menginginkan dan membutuhkan aborsi tersebut terjadi. Untuk menghindari ancaman hukuman dan ancaman sosial,mereka melakukannya secara sembunyi-sembunyi sekalipun harus menghadapi resiko yang tidak ringan. Dengan begitu abortus provocatus dapat dianggap hal yang biasa dan wajar apabila dlakukan dengan diam-diam.

Selanjutnya kebiasaan darimasyarakat tersebut yang pada akhirnya dapat mengubah ketentuan perundang-undangan.Dalam UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, diatur tentang abortus provocatus yang diperbilehkan di Indonesia yakni abortus provocatus atas indikasimedis. Indikasi medis yang dimaksud adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu, apabila ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut. Indikasi medis pada ibu diatur dalam Pasal 75 ayat 2 a UU No36 tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan. Sedangkan yang dimaksud tindakan medis tertentu adalah pengguguran kandungan dengan syarat utama abortus provocatus tersebut dilakukan dalam keadaan darurat debagai upayauntuk menyelamatkan jiwa si ibu dan janin di kandungannya.

Berdasarkan uraian diatas, aborsi memang tetap menjadi masalah kontroversial. Namun oleh karenanya khusus untuk korban perkosaan, selayaknya para pakar hukum (khususnya para pembuat dan pelaksana undang-undang) mulai membuka kemungkinan aborsi dilakukan oleh perempuan korban perkosaan. Untuk membuka suatu kemungkinan aborsi dilakukan oleh perempuan korban perkosaanya itu dengan melihat kembali kearah ancaman sanksi pidana bagi pelaku abortus provocatus yang tdak mempedulikan latar belakan atau alasan dilakukannya pengguguran kandungan tersebut. Sedangkan dalam UU No 36 tahun 2009 tentangkesehatan, pengguguran kandungan diperbolehkan apabila ada indikasi medis untuk itu. Menurut penulis, tekanan psikososial yang dialami oleh perempuan yang mengandung, misalnya karena perkosaan sebaiknya dapat dimasukkan sebagai indikasi medis untuk melakukan pengguguran. Masalahnya belum ada kejelasan tentang hal-hal apa sajakah yang termasuk dalam indikasi medis tersebut. Apakah tekanan psikososial yang dialami perempuan yang mengandung akibat perkosaan dapat dimasukkan sebagai indikasi medis untuk melakukan pengguguran kandungan. Dan mungkin saja alasan mengenai aborsi ini juga merupakan hal yang sangat tabu dimasyarakat, karena tidak sesuai dengan norma – norma yang berlaku selama ini.


Resume :

Perkosaan adalah sebuah kejahatan yang dapat memberikan kerugian baik secara fisik maupun psikis korbannya. Oleh karena itu hadirlah Hukum pidana yang bertujuan untuk melindungi korban dari suatu tindak kejahatan seperti kejahatan perkosaan, terutama dalam berntuk pemidanaan terhadap pihak yang dinyatakan bersalah sebagai pelaku tindak pidana. Kejahatan Perkosaan dalam KUHP diatur dalam pasal 285 mengenai tindak pidana perkosaan. Mengenai ancaman pidananya, sanksi hukuman pemidanaan yangdirumuskan dalam pasal 285 KUHP disebutkan bahwa hukuman yang akan ditanggung oleh pelaku perkosaan paling lama adalah 12 tahun penjara. Tetapi hukum pidana ini sangat tidak memperbolehkannya tindakan aborsi secara apapun, karena hal itu termasuk kejahatan. Tetapi, Ketentuan hukum di Indonesia hanya membolehkan aborsi dilakukan apabila kehamilan itu membahayakan nyawa ibu hamil. Hal ini terdapat dalam UU No 36tahun 2009 tentang Kesehatan. Aborsi diperbolehkan karena adanya indikasimedis tertentu, berdasarkan pertimbangan tim ahli, dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan dan keluarganya, dan pada sarana tertentu ketentuan aborsi di Indonesia belum sempurna. Sehingga atas dasar hal ini, abortus provocatus yang dilakukan oleh perempuan korban perkosaan termasuk dalam pengertian tidak melanjutkan kehamilan, sebab dengan berbagai macam alasannya. Oleh karenanya seorang perempuan yang menjadi korban perkosaan memiliki hak atas reproduksinya untuk dapat melakukan abortus provocatus atas kehamilan yang tidak diinginkan tersebut. Meski begitu, terkadang UU Kesehatan mengenai Aborsi dan UU Pidana mengenai kejahatan aborsi masih membinggungkan.

Meski aborsi memang tetap menjadi masalah kontroversial di Indonesia. Namun oleh karenanya khusus untuk korban perkosaan, selayaknya para pakar hukum (khususnya para pembuat dan pelaksana undang-undang) mulai membuka kemungkinan aborsi dilakukan oleh perempuan korban perkosaan. Untuk membuka suatu kemungkinan aborsi dilakukan oleh perempuan korban perkosaanya itu dengan melihat kembali kearah ancaman sanksi pidana bagi pelaku abortus provocatus yang tidak mempedulikan latar belakan atau alasan dilakukannya pengguguran kandungan tersebut. Dan pemerintah seharusnya menyediakan tempat – tempat aborsi secara resmi, sehingga tidak berdampak buruk dari aturan mengenai penangganan kehamilan akibat perkosaan dengan cara pengguguran.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar