KENAIKAN HARGA BBM
Oleh : Muhammad Ivana Putra
Tokoh Pemuda Gresik dan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Tokoh Pemuda Gresik dan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Semenjak
adanya pasal 7 ayat 6 UU
APBNP selama ini, rakyat Indonesia seolah – olah tak akan
pernah khawatir akan isu kenaikan BBM. Memang di Negara yang mempunyai kekayaan
sebesar Indonesia ini, maka wajar jika harga BBM tetap stabil seperti biasanya, dan
kesejahteraan rakyat menjadi prioritas utamanya.
Apalagi
didalam Undang – Undang Dasar 1945 kita, dijelaskan pada Pasal 33 ayat 3. Yang
berbunyi : “Bumi, Air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan digunakan sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Sehingga
dari isi kandungan pasal 33 ayat 3 ini dijelaskan bahwa setiap kekayaan alam
yang ada di Indonesia adalah milik bangsa Indonesia yang harus dikelola sendiri
oleh pemerintah Indonesia, dan hasil dari kekayaan alam tersebut prioritas
utamanya harus digunakan untuk mesejahterakan rakyat Indonesia. Hal ini juga
termasuk Bahan Bakar Minyak atau yang biasa disebut dengan BBM.
BBM di Indonesia ini, jika Dilihat dari
sisi pemakai BBM, sektor transportasi merupakan pemakai BBM terbesar dengan
proporsi setiap tahun selalu yang mengalami kenaikan. Kemudian di susul oleh
sektor rumah tangga, sektor industri dan pembangkit listrik. Sedangkan, jika
dilihat ketersediaannya, selama ini kebutuhan BBM dipasok oleh Pertamina dan
impor. Beberapa jenis energi BBM yang sebagian penyediaannya melalui impor
adalah avtur, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel, dan minyak bakar.sehingga
makin tingginya penggunaan BBM, maka tinggi pula subsidi BBM yang harus
dikeluarkan pemerintah. Maka Oleh karena hal
itulah salah satu langkah pemerintah menekan subsidi bahan bakar yang bisa
melambung hingga Rp340 triliun. Jauh dari rencana subsidi BBM yang ditetapkan dalam
APBN-P 2012, sebesar Rp225 triliun. Ini karena melambungnya harga minyak mentah
dunia, dan sebagian kebutuhan BBM masih diimpor.
Dari hal diatas inilah, yang mendorong
pemerintah untuk mencoba menaikan harga BBM. Dengan dalih untuk menghemat
penggunaan BBM dan menyelamatkan APBN Negara kita yang sudah menbengkak. Tetapi
dalam hal ini pemerintah seolah olah tertekan oleh adanya pasal 7 ayat 6 UU
APBNP yang berbunyi : “Harga BBM tidak akan pernah dinaikan oleh pemerintah”,
sehingga dengan adanya pasal tersebut, gerak pemerintah untuk mencoba melakukan
kebijakan kenaikan harga BBM sangat sempit. Kemudian dengan tingginya tekanan
dari rakyat yang menolak kenaikan harga BBM. Sebab dalam isu kenaikan harga BBM
ini, tentu saja rakyat yang akan jadi korban dari kebijakan ini. Disini rakyat
berusaha menekan agar pemerintah mencari solusi lain, agar tidak menaikan harga
BBM. Karena BBM merupakan salah satu penentu bertambah mahalnya biaya ekonomi
dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Tetapi kenaikan harga BBM, tak serta
merta begitu saja terjadi. Masih banyak faktor – faktor lain yang
mendukung kenaikan harga BBM ini. Oleh karena itu saya mencoba untuk mengemukakan
faktor
– faktor apa saja yang mempengaruhi kebijakan pemerintah untuk menaikan harga
BBM. Antara lain adalah :
Ø Borosnya Anggaran APBN sehingga memicu Pemerintah
untuk menarik SUBSIDI BBM, yang berdampak Pada kenaikan harga BBM.
Ngototnya pemerintah menaikkan BBM
meskipun rakyat pasti menderita adalah tindakan pengkhianatan kepada rakyat
akibat lebih tunduk asing dan pemerintah yang terlalu berfoya – foya dengan
kemewahan. Padahal untuk mendapatkan lebih kurang 31 trilyun dengan menaikkan
BBM ini , masih banyak cara yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Kenapa
pemerintah tidak memilik untuk melakukan penghematan terhadap anggaran APBN
yang boros , tidak efektif dan efesien?Misalnya Anggaran untuk kunjungan dan
studi banding tahun 2011 mencapai Rp 21 T, padahal selama ini dinilai lebih
banyak bernuansa plesiran. Anggaran untuk gaji pegawai tahun 2012 saja mencapai
Rp 215.7 triliun, lalu naik Rp 32.9 triliun (18%). Jika coba saya dibandingkan
dengan data tahun 2011 yang saya dapat, salah satu pos cukup besar diantaranya
tunjangan pejabat. Demikian juga anggaran Belanja barang sebesar Rp 138,5 T dan
belanja modal Rp. 168 T yang kadang-kadang anggaran tersebut digunakan untuk
belanja yang sifatnya pemborosan seperti renovasi gedung yang masih bagus,
penggantian mobil mewah milik para pejabat padahal mobil sebelumnya masih layak
pakai. Tentu saja, Hal inilah yang harus jadi pertimbangan bagi para pejabat –
pejabat kita di senayan.
Apalagi Pemerintah juga menambah jumlah
pejabat tinggi, yaitu menambah banyak jabatan wakil menteri. dan Pastinya
mereka akan mendapat berbagai fasilitas yang dibiayai dari dana APBN, seperti
rumah dan mobil dinas, biaya operasional, gaji, tunjangan jabatan, sekretaris,
ajudan, sopir dan beberapa staf pembantu dan sebagainya. Tentu itu makin
menyedot uang APBN kita. Belum lagi Korupsi dalam penggunaan dana APBN. Dalam
catatan KPK menurut data yang saya peroleh, pada 2008 kebocoran APBN mencapai
30-40 persen. Artinya terdapat ratusan trilyun yang bocor. Yang Pertanyaannya,
kenapa pemerintah lebih senang mengorbankan rakyatnya dibanding melakukan
penghematan yang jumlahnya pasti lebih dari 31 trilyun yang didapat dari
menaikkan BBM ?
Untuk mendapatkan 31 trilyun pemerintah
sebenarnya bisa melakukan moratorium termasuk menghentikan penambahan utang
baru. Karena kalau mau jujur, yang membebani APBN selama ini bukan subsidi tapi
pembayaran Utang dan bunganya. Tapi ini ini tidak dilakukan, pemerintah sangat
patuh untuk membayar utang baik pokok maupun bunganya bahkan anehnya justru
pemerintah malah menambah utang baru sebagai contoh Anggaran Pembayaran Utang
tahun 2012 sebesar 170 trilyun (Bunga Rp 123 T dan Cicilan Pokok Utang LN Rp 43
T).
Ironisnya, tahun 2012 pemerintah terus
menambah utang dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp. 134 T dan
utang luar negeri sebesar Rp 54 T. Padahal, ada sisa sisa APBN 2010 Rp 57,42
triliun ditambah sisa APBN 2011 Rp 39,2 triliun. Untuk apa utang ditambah,
sementara masih ada sisa dana yang tidak digunakan? Padahal bunga SUN dan utang
LN itu harus dibayar tiap tahun hingga puluhan triliun. Yang menikmati itu
adalah para kapitalis dan orang-orang kaya.
Kalau memang pemerintah serius berpihak
kepada rakyat, kenapa pemerintah tidak mengambil alih tambang minyak, gas,
emas, batubara, yang mayoritas dikuasai oleh asing. Dan tak seharusnya
pemerintah sebagai pembuat kebijakan disini, harus membuat kebijakan –
kebijakan yang selalu merugikan Rakyat. Padahal kita tau bahwa mereka itu
adalah wakil rakyat, tapi mengapa setiap kebijakannya selalu tidak berpihak
kepada rakyat.
Ø Adanya Kepentingan Asing
Kenaikan harga BBM sejatinya bukan
merupakan semua keinginan bagi seluruh rakyat Indonesia. Mungkin saja tekanan
untuk menaikan harga BBM di Indonesia ini, juga merupakan tekanan dari pihak
Asing yang mempunyai kepentingan di Indonesia, dan Mungkin saja
isu kenaikan pasal hingga adanya penambahan Pasal 7 ayat 6a adalah pasal
titipan dari Negara – Negara Kapitalis Asing, yang mempunyai kepentingan besar di Indonesia. Kita tau, bahwa seolah – olah masyarakat Indonesia saat
ini digiring oleh pemerintah agar dalam membeli BBM, kita harus mengikuti harga pasar dunia. Ada apakah sebenarnya
dengan kebijakan pemerintah saat ini ? Hal ini tak menutup kemungkinan bahwa
kebijakan pemerintah mengenai kenaikan BBM ini adalah Konspirasi Asing yang
mencoba semakin menghancurkan perekonomian rakyat Indonesia.
jika harga
BBM naik, maka SPBU Pertamina yang selama ini merupakan kebanggaan rakyat
Indonesia, dan selalu memenuhi kebutuhan Masyarakat akan penggunaan BBM dengan
harga yang terjangkau. Maka, apa jadinya apabila harga BBM itu naik ? Lalu bagaimana
kemudian jika Harga BBM yang dijual di SPBU milik BUMN Pertamina ini, harganya
sama dengan harga BBM yang dijual di SPBU – SPBU milik Asing seperti Shell dan
Petronas ?
Tentu
saja hal ini akan menguntungkan bagi para investor asing, dan para pengusaha
minyak dunia yang mempunyai kepentingan di Indonesia. Dengan samanya harga BBM
yang dijual di SPBU milik pertamina dengan SPBU milik asing, maka tak khayal
apabila SPBU – SPBU milik asing akan bertambah jumlahnya. SPBU – SPBU asing
akan semakin menggeser kedudukan SPBU milik pertamina, dan hal ini membuat
rakyat Indonesia akan bergantung untuk menggunakan BBM dengan harga mengikuti
pasar dunia. Sehingga apabila suatu saat harga minyak dunia semakin naik, maka
pemerintah disini tidak akan bisa berbuat banyak, dan masyarakat mau tidak mau
harus membeli BBM di SPBU asing meskipun sangat mahal Harganya. Akhirnya pada
hal ini dapat disimpulkan, bahwa seharusnya pemerintah dalam membuat kebijakan
harusnya tak pernah melupakan Pancasila dan jiwa nasionalisnya. Sebab dulu yang
menjadi motto bapak pendiri bangsa Ir. Soekarno, selalu mengucapkan kalimat
“Berdiri diatas kaki sendiri”. Yang mungkin artian dalam kalimat itu, segala
sumber daya alam yang menjadi kekayaan milik bangsa Indonesia ini seharusnya
dikelola dan dinikmati oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga tak seharusnya
kita masih harus terjajah oleh pembodohan dan terjajah secara ekonominya oleh
kepentingan asing disini.
Ø Adanya Kepentingan Politik
Kenaikan Harga BBM, mungkin saja tak
serta merta hanya ditujukan untuk menjaga APBN, Stabilitas Ekonomi, maupun
menjaga cadangan Minyak bumi kita yang semakin menipis. Kita tau, Selama
pemerintahan Indonesia dibawah kepemimpinan Bapak Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, dua periode ini.Pemerintahan saat itu pernah menaikan harga BBM
sebanyak 3 kali kenaikan. Dan dampak dari kenaikan harga BBM tersebut sangat berpengaruh
bagi signifikan kehidupan masyarakat. Saat itu jumlah warga miskin meningkat,
harga sembako juga mengikuti kenaikan harga BMM, sehingga biaya Hidup saat itu
juga menjadi tinggi. Oleh karena hal itulah, Bapak Presiden kita dianggap gagal
dalam mesejahterakan Rakyatnya. Banyak sebagian rakyat Indonesia yang sudah
tidak bersimpati lagi terhadap kebijakan pemerintah dibawah kepemimpinan Bapak
SBY saat itu.
Kemudian, setelah lama kebijakan
kenaikan harga BBM itu sudah berjalan lama ditengah – tengah Masyarakat. Tiba –
tiba diakhir – akhir pemerintahan Bapak presiden SBY, saat itu dengan mengejutkannya bapak SBY dan
pemerintah menurukan Harga BBM dengan secara bertahap selama 3 kali. Hal ini
tentu saja menimbulkan pertanyaan besar bagi kita, ada apa dibalik kebijakan
penurunan harga BBM secara 3 kali bertahap ini ?
Dan disini saya sebagai kaum akademisi menilai, bahwa kebijakan penurunan harga BBM saat itu adalah kebijakan politik penggembalian nama baik Presiden Susilo bambang Yudhoyono. Sebab, diakhir periode jabatannya waktu itu. tingkat suara para pemilih presiden SBY menurun sangat tajam akibat ketidakpercayaan masyarakat akan kebijakannya yang dinilai kurang memihak pada rakyat. Tetapi dengan adanya penurunan harga BBM saat itu, seolah – olah paradigm yang berkembang dimasyarakat telah hilang. Sebagian masyarakat kembali bersimpati kepada presiden SBY lagi, hingga akhirnya pada Pemilihan Presiden Tahun 2010 lalu bapak Susilo Bambang yudhoyono terpilih lagi menjadi Presiden Republik Indonesia.
Dan disini saya sebagai kaum akademisi menilai, bahwa kebijakan penurunan harga BBM saat itu adalah kebijakan politik penggembalian nama baik Presiden Susilo bambang Yudhoyono. Sebab, diakhir periode jabatannya waktu itu. tingkat suara para pemilih presiden SBY menurun sangat tajam akibat ketidakpercayaan masyarakat akan kebijakannya yang dinilai kurang memihak pada rakyat. Tetapi dengan adanya penurunan harga BBM saat itu, seolah – olah paradigm yang berkembang dimasyarakat telah hilang. Sebagian masyarakat kembali bersimpati kepada presiden SBY lagi, hingga akhirnya pada Pemilihan Presiden Tahun 2010 lalu bapak Susilo Bambang yudhoyono terpilih lagi menjadi Presiden Republik Indonesia.
Maka dari ilustrasi yang saya kembangkan
diatas, kita harus bijak memandang dari segala sisi ATAS DASAR APA BBM itu dinaikan ? jangan sampai hanya karena
kepentingan Politik sesaat, masyarakat yang harus dijadikan Korban kembali.
Sebab kita tau, tidak lama setelah ini akan ada Pemilu 2014 yang akan memilih
Capres dan Cawapres Indonesia. Jangan sampai isu kenaikan BBM ini, hanya
disalahgunakan sebagai kepentingan Politik maupun digunakan sebagai alat
menarik suara pemilih pada tahun 2014 nanti.
MUNCULNYA PASAL 7 AYAT (6) A
YANG inkonstitusional
YANG inkonstitusional
Dengan adanya wacana kebijakan
pemerintah tentang kenaikan harga BBM yang memberatkan masyarakat pada tanggal
1April 2012 lalu. Tentu saja hal itu mendapatkan tekanan dari Masyarakat Luas,
dan partai – partai oposisi yang menganggap kebijakan pemerintah ini tidak pro
terhadap rakyat. Demonstrasi besar – besaran yang menolak kebijakan kenaikan
harga BBM, menyebar diseluruh negeri. Dan dalam hal ini, pemerintah tidak bisa
serta merta untuk menaikan harga BBM begitu saja. Sebab pada Pasal 7 ayat 6
sebelumnya, berbunyi “harga BBM tidak akan dinaikan lagi oleh pemerintah, dan
pemerintah wajib mensubsidi BBM demi kesejahteraan Rakyat”. Sehingga atas dasar
itulah, DPR selaku pembuat undang – undang. Menambah subsider isi pasal 7 ayat
6 UU APBNP, dengan tambahan isi Pasal 7 ayat (6) A, yang berbunyi berbunyi: 'Dalam hal harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia
Crude Price/ICP) dalam kurun waktu 6 bulan berjalan mengalami kenaikan atau
penurunan lebih dari 15 persen, pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga
BBM bersubsidi dengan kebijakan pendukungnya.'
Tentu saja penambahan Pasal pada Pasal 7
ayat 6 UU APBNP, ini mendapat reaksi yang keras dari masyarakat. Apalagi
penambahan ayat 6 A, dipandang sebagai wujud UU yang inkonstitusional.
Bahkan Yusril Mahendra (ahli hukum Tata Kenegaraan), mengatakan, secara materiil Pasal 7 ayat 6(a) UU APBNP 2012 bertentangan
dengan pasal 28D dan Pasal 33 UUD 1945, sehingga dirinya mengajukan gugatan ke
Mahkamah Konstitusi.
Tidak hanya hanya secara materiil, Tetapi juga formil
karena menabrak syarat-syarat formil pembentukan UU sebagaimana diatur dalam UU
Nomor 22/2011. Oleh karena itu, secara materiil dan formil pasal tersebut bisa
dibatalkan oleh MK," katanya. Oleh karena itu, ia
melakukan pengajuan gugatan terkait pasal 7 ayat 6(a)
itu ke MK. Yusril menambahkan,
pengajuan uji materi Pasal 7 ayat 6(a) ini dilakukan supaya rakyat tidak diam
dalam menghadapi perlawanan undang-undang yang bertentangan tersebut. "Disini (pengajuan ke MK), saya bertindak sebagai
pengacara atas kuasa beberapa orang rakyat pengguna BBM bersubsidi yang hak-hak
konstitusional mereka dirugikan dengan pasal 7 ayat 6(a) tersebut. Dengan
demikian mereka punya kedudukan hukum (legal standing) untuk ajukan perkara ini
ke MK." Katanya.
Kita tau, Norma
Pasal 7 ayat 6(a) yang menyebutkan bahwa, dalam hal harga rata-rata ICP dalam
kurun waktu kurang dari 6 bulan berjalan mengalami kenaikan atau penurunan
lebih dari 15 persen, pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga BBM
bersubsidi dengan kebijakan pendukungnya. Oleh karena itu, Selain mengabaikan kedaulatan rakyat dalam menetapkan APBN, juga
mengabaikan asas kepastian hukum dan keadilan, sehingga potensial dibatalkan
MK. Pendaftaran ini baru dijalankan dalam sidang setelah Presiden Susilo
Yudhoyono menandatangani undang-undang tersebut secara resmi. Tetapi, UU APBNP 2012 sudah disahkan oleh Presiden dan DPR,
meskipun belum dimasukan dalam lembar negara, dan ditanda tangani oleh
Presiden. Kalau pun tidak ditanda tangani selama 30 hari maka sudah sah menjadi
undang-undang.
Dan yang, Patut dicatat bahwa sebelumnya MK juga pernah membatalkan Pasal 28 ayat (2) UU No 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Dalam ketentuan Pasal 28 ayat (2) UU
Migas harga BBM dan gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha. MK
menganggap pasal itu tidak konstitusional karena bertentangan dengan Pasal 33
UUD 1945.
MK
membatalkan Pasal 28 ayat (2) UU Migas karena Pasal 33 UUD 1945 mengatur minyak
dan gas sebagai kekayaan alam yang menyangkut hajat hidup banyak orang dan
berada dalam penguasaan negara. Harga BBM tidak boleh diserahkan kepada harga
pasar. Menjadi inkonstitusional jika harga BBM dan gas bumi diserahkan pada
mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar.
Sehingga dari Hal itu, Selain menabrak ketentuan Pasal 33 UUD 1945, penambahan Pasal 7 ayat (6)a UU APBNP juga dianggap tidak mengandung kepastian hukum seperti diatur Pasal 28
D ayat (1) UUD 1945. Sebab, pasal itu memberikan kewenangan kepada pemerintah
untuk menaikan harga BBM tanpa memerlukan persetujuan DPR lagi.
Seharusnya menurut saya, harga jual BBM dan gas bumi harus berada di bawah
kendali pemerintah dengan persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Kemudian, pasal 7 ayat (6a) UU APBNP tidak memenuhi syarat formil
pembentukan sebuah undang-undang sebagaimana diatur dalam UU No 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Isi Pasal 7 ayat (6a) UU APBN-P dinilai bertabrakan dengan
Pasal 7 ayat (6) UU APBN.
Dan pada intinya kesimpulan, pasal 7 ayat (6a)
dalam UU APBNP melanggar ketentuan, sehingga secara formil maupun materil dapat
dibatalkan oleh MK.
‘’ KITA
KEMBALIKAN APBN untuk RAKYAT, APBN bukan untuk PEMERINTAH”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar