MvpTogeteR

MvpTogeteR
Selamat datang Didunia MVP

Kamis, 29 Maret 2012

Lunturnya Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa


PANCASILA YANG HILANG
BANGSA YANG LUPA IDEOLOGINYA


( OLEH : MVP MUHAMMAD IVANA PUTRA )
            Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang. Merekahnya matahari bulan Juni 1945,  66 tahun yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila. Jika dibandingkan pemahaman masyarakat tentang Pancasila dengan lima belas tahun yang lalu, sudah sangat berbeda, saat ini sebagian masyarakat cenderung menganggap Pancasila hanya sebagai suatu simbol negara dan mulai melupakan nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Padahal Pancasila yang menjadi dasar negara dan sumber dari segala hukum dan perundang-undangan adalah nafas bagi eksistensi bangsa Indonesia. Tetapi di era sekarang, Pancasila hanyalah sebuah hafalan, pajangan dinding, dan tak berarti apa – apa.

Sejarah bangsa Indonesia mencatat bahwa segala upaya dan bentuk makar yang dilakukan untuk menggantikan Pancasila akan kandas dan berakhir fatal bagi para pelakunya. Pengkhianatan terhadap Pancasila bagi bangsa Indonesia sama halnya dengan membunuh eksistensi diri sendiri. Karena selain nilai-nilai Pancasila merupakan pegangan fundamental, sekaligus juga merupakan tujuan akhir dari pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya.

Sementara itu, lunturnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, akibat tidak satunya kata dan perbuatan para pemimpin bangsa, Pancasila hanya dijadikan slogan di bibir para pemimpin, tetapi berbagai tindak dan perilakunya justru jauh dari nilai-nilai luhur Pancasila. Contoh yang tidak baik dari para pemimpin bangsa dalam pengamalan Pancasila telah menjalar pada lunturnya nilai-nilai Pancasila di masyarakat. Kurangnya komitmen dan tanggung jawab para pemimpin bangsa melaksanakan nilai-nilai Pancasila tersebut, telah mendorong munculnya kekuatan baru yang tidak melihat Pancasila sebagai falsafah dan pegangan hidup bangsa Indonesia. Akibatnya, terjadilah kekacauan dalam tatanan kehidupan berbangsa, di mana kelompok tertentu menganggap nilai-nilainya yang paling bagus.

Lunturnya nilai-nilai Pancasila pada sebagian masyarakat dapat berarti awal sebuah malapetaka bagi bangsa dan negara kita. Fenomena itu sudah bisa kita saksikan dengan mulai terjadinya kemerosotan moral, mental dan etika dalam bermasyarakat dan berbangsa terutama pada generasi muda. Timbulnya persepsi yang dangkal, wawasan yang sempit, perbedaan pendapat yang berujung bermusuhan dan bukan mencari solusi untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, anti terhadap kritik serta sulit menerima perubahan yang pada akhirnya cenderung mengundang tindak anarkhis.

Pancasila merupakan ideologi negara, sehingga sampai kapan pun sistem yang dikembangkan berdasarkan ideologi tersebut masih relevan diterapkan di Indonesia. Sistem apa pun yang digunakan, apakah disebut ekonomi Pancasila atau apa pun, yang terpenting adalah bagaimana menyejahterahkan rakyat. Sebab kita tahu Pancasila itu menginginkan bagaimana kita mampu memanusiakan manusia

Dampak dari lunturnya nilai-nilai Pancasila yang nampak secara jelas dalam sebagian besar masyarakat kita adalah tumbuhnya gaya hidup yang materialistik konsumtif dan cenderung melahirkan sifat ketamakan atau keserakahan, serta mengarah pada sifat dan sikap individualistik. Di sisi lain, dampak buruk terhadap ekonomi, sosial budaya dan politik semakin parah dengan lunturnya nilai-nilai Pancasila pada sebagian elit politik. Reformasi yang diharapkan mampu menciptakan keadilan sosial sehingga da-pat memperbaiki kesejahteraan rakyat se-cara keseluruhan, ternyata masih tepat di-sebut sebagai impian belaka. Partai-partai yang berkuasa ternyata hanya meneruskan budaya primordialisme baru yang berorientasi pada kekuasaan dan pemaksaan kehendak. Para elit politik dan birokrasi masih cenderung berorientasi mempertahankan kekuasaan dan disibukkan untuk memikirkan strategi agar dalam setiap pergantian kekuasaan bisa tetap mempertahan kekuasaannya. Budaya politik yang jauh dari harapan reformasi tersebut mengakibatkan masih sulitnya penegakan hukum dan pemeliharaan keamanan,

akibatnya stabilitas nasional pun masih rapuh bahkan dengan mudah sering digoyahkan oleh kelompok-kelompok kecil separatis. Dengan kondisi yang masih seperti itu, investor juga mejadi ragu untuk menanamkan modal mereka di Indonesia. Maka tanpa investasi, sektor riel pun tak akan berjalan, akibatnya tak terbuka peluang kerja baru, sementara jumlah angkatan kerja yang semakin bertambah akan lebih meningkatkan angka pengangguran yang berarti berpotensi untuk memicu timbulnya masalah yang baru lagi.

Kondisi dan situasi ekonomi, sosial budaya dan politik yang cenderung tak bernuansa Pancasila itu sebenarnya tak perlu terjadi jika reformasi dilakukan secara konsisten, yakni pembaharuan yang dijiwai Pancasila dengan tetap berorientasi pada keadilan dan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Karena pada hakekatnya persatuan dan kesatuan bangsa adalah bagian dari Pancasila yang harus dilaksanakan secara konsekuen. Munculnya berbagai masalah disebabkan reformasi hanya digunakan sebagai promosi menarik simpati rakyat, kemudian tampuk kekuasaan yang berhasil diraih hanya dimanfaatkan untuk mendukung kepentingan partai atau golongan tertentu. Selama pemegang kekuasaan masih belum berorientasi pada kepentingan seluruh bangsa sebagai suatu kesatuan dan persatuan, yang nota bene adalah salah satu sila dari Pancasila, maka selama itu pula kondisi yang dialami bangsa dan negara ini masih akan tetap kacau dan amburadul.

Di era reformasi ini, Pancasila menghadapi ujian bagaimana mewujudkan kembali nilai nasionalisme dan demokrasi yang hilang belakangan ini. Di satu sisi rakyat dihadapkan fenomena globalisasi, kapitalisme. Nila universal memasuki sendi-sendi kehidupan berbangsa. Tantangan global kian dirasakan menjadi musuh nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pada saat yang sama dihadapkan pada pembangunan bangsa yang sarat dengan KKN telah menghasilkan kemiskinan di mana-mana. Persoalannya, siapa yang menjadikan lunturnya rasa nasionalisme? Pancasila sarat dengan nilai-nilai kejuangan. Pertama, secara kodrati bangsa Indonesia memiliki tingkat pluralitas tinggi. Kondisi ini dapat memberikan implikasi positif bagi tumbuh dan berkembangnya negara dan bangsa, kalau rakyat dengan segala perangkat mampu mengelolanya. Namun jika salah pengelolaan, apalagi diperparah oleh ketiadaan "zat perekat'' bangsa, kemajemukan itu justru berisiko tinggi. Bahkan bukan tidak mungkin kehancuran negara akan terjadi. Karena itu, bangsa Indonesia harus berani melakukan reideologisasi terhadap Pancasila. Artinya, kalau rezim Orde Baru telah mendegradasi nilai-nilai fundamental Pancasila melalui idealisasi sekaligus memperlakukannya sebagai "agama politik", kiranya saat ini Pancasila harus diposisikan kembali pada fungsinya sebagai ideologi perekat bangsa. Kedua, jika era ini diabstraksikan sebagai era ilmu pengetahuan dan teknologi, ia akan mengalami proses transformasi budaya dari tradisional ke modern. Dari mitos ke logos, dari nasional ke transnasional, lalu ke global mondial. Pada titik tertentu, manusia Indonesia dapat terombang-ambing, bahkan kehilangan jati diri, jika tidak memiliki pedoman hidup bernegara. Sehubungan dengan itu, dibutuhkan Pancasila sebagai ideologi yang telah mengaktualisasikan diri dengan cara mengintegrasikan norma-norma dasar, teori ilmiah, dan fakta objektif (Kuntowibisono, 1993), sehingga memungkinkan berlangsung proses interpretasi dan reinterpretasi secara kritis dan jujur. Tingkat akhir akan menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang dinamis, akomodatif, dan antisipatif terhadap kecenderungan zaman. Ketiga, gelombang keoptimisan proses transformasi masyarakat tradisional ke masyarakat modern, masih menyisakan "bom-bom" keresahan yang sewaktu-waktu meledak. Memang, fenomena modernitas menjanjikan kemudahan hidup, rasio terninabobokkan, lalu perburuan atas materi dan hedonisme diperbolehkan. Namun seiring dengan itu, beraneka ragam deviasi perilaku kelompok masyarakat yang merefleksikan keterasingan dan kekosongan jiwa makin menyeruak ke permukaan. Yang mencolok adalah munculnya budaya kekerasan dan pendewaan kepada daging. Begitu banyak orang terisolasi dari kehidupan yang sebenarnya. Persoalan hidup kian berat. Solidaritas dan persaudaraan sesama manusia kian luntur. Nilai kebersamaan, kerjasama, gotong royong bahkan keadilan sosial dipandang sebagai nilai yang kadaluwarsa (Kuntjaraningrat, 2004). Karena itulah, sebagai komunitas bangsa yang inklusif, rakyat membutuhkan Pancasila sebagai ideologi humanitas semesta, yang mampu menjadi filter atas berbagai pengaruh negatif fenomena modernitas.
Melihat kondisi yang memprihatinkan tersebut, hendaknya agar semua pihak melakukan empat hal untuk mengembalikan kemurnian nilai-nilai Pancasila. Yang pertama adalah mengembalikan Pancasila sebagai ideologi negara demi menjamin pluralitas dan demokrasi dalam kehidupan berbangsa. Kedua, mendesak elite politik dan pemerintah agar mampu menjalankan roda kekuasaan sesuai dengan Pancasila demi tegaknya nilai-nilai kdtuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan keadilan sosial. Ketiga adalah mendukung pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap tindakan yang menyimpang dari Pancasila, seperti korupsi dan kekerasan bernuansa suku, agama dan budaya. Yang terakhir, imbauan agar semua pihak meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama yang dilakukan oleh partai politik, yaitu korupsi, kolusi dan nepotisme.
.
Akibat dari hal tersebut maka sistem dan praktek-praktek yang dilaksanakan justru penuh ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kekejaman, penindasan dan penginjak-injakan hak asasi manusia; penuh dengan korupsi, kolusi dan nepotisme; penuh dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan-tindakan yang menguntungkan perorangan atau golongan. Kesemuanya itu akhirnya membawa bangsa ini serba terpuruk dan mengalami krisis di segala bidang yang menyengsarakan rakyat dan mengancam kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ), yang sangat jauh dari cita-cita segenap bangsa Indonesia.

Yang menyedihkan, krisis itu menimbulkan kesimpulan, bahwa yang salah selama ini adalah dasar negara dan falsafah bangsa Pancasila, dan bukannya kesalahan pelaksana atau dalam pelaksanaannya.

Menyadari akan semuanya itu, maka dirasa sangat perlu untuk menyebarluaskan kembali Pancasila ke segenap lapisan masyarakat dan terutama generasi muda Indonesia, agar kita semua bisa memahaminya secara utuh, meyakini akan kebenarannya, dan siap untuk memperjuangkan dan melaksanakannya.

Masyarakat Indonesia terhenyak ketika media massa nasional memberitakan telah terjadi upaya melupakan Pancasila. Bahkan jajak pendapat yang dilakukan media – media massa lalu disimpulkan bahwa Pancasila sudah dilupakan.

maka kita kaum muda harus sering mengemukakan Pancasila hingga tercapainya kembali sebuah perekat Bhinneka Tunggal Ika.
Jadi, apa benar Pancasila itu tidak penting???????? Apakah kita ingin terus melihat Indonesia yang penuh dengan pembakaran dan pengerusakan rumah ibadah? Atau kita gembira melihat Indonesia menjadi lahan subur intervensi luar,tawuran antar kelompok, pribadi dan bahkan etnis yang semua itu hanyalah suatu seting untuk kepentingan seseorang ataupun golongan?

Inilah yang seharusnya kita perangi. Solusi itu sudah ada dalam Pancasila. Tinggal apakah kita mau merenungi dan sekaligus melakukan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila.
Oleh : Muhammad Ivana Putra
Mahasiswa Fak. Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Aktifis Domisili Gresik
 

1 komentar: