MvpTogeteR

MvpTogeteR
Selamat datang Didunia MVP

Selasa, 08 Mei 2012

HUKUM ACARA PTUN


1.      Apa Yang Anda Ketahui Tentang ?

a.)    HAPTUN dan HATUN

Ø  HAPTUN ( Administratieve rechtspraak)
v  Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (HAPTUN) adalah Peraturan Hukum yg mengatur proses penyelesaian perkara TUN melalui pengadilan (hakim), sejak pengajuan gugatan sampai keluarnya putusan pengadilan (hakim).
v  HAPTUN disebut juga hukum formal yang berfungsi mempertahankan berlakunya HTUN (HAN) sebagai hukum material. Diatur bersama dengan hukum materialnya. ketentuan mengenai prosedur berperkara diatur bersama dengan hukum materialnya/ dengan susunan, kompetensi badan peradilan dalam bentuk UU/Peraturan lain.
Ø  HAPTUN sbg pelaksana Pasal 12 UU No. 14 Th 1970 diatur bersama hkm materialnya
Ø  Prosedur berperkara diatur tersendiri dalam bentuk UU/Peraturan lainnya.
Ø  UU No. 5/1986 tentang PTUN
Ø  UU No.9/2004 tentang PTUN

Ø  HATUN ( Administratieve processrecht )
HTUN adalah aturan – aturan yang mengatur tata cara alat – alat pemerintah dan badan kenegaraan dan PTUN dalam melaksanakan tugasnya, Yang membuat beschiking. Salah 1 unsur PTUN adalah pihak -pihak dan salah satu pihak itu adalah Badan atau Pejabat TUN dlm kedudukanya dan bertindak berdasarkan wewenang yang diberikan oleh HTUN (HAN) dlm menjalankan tugas pelayanan umum.



b.)   Latar Belakang Lahirnya PTUN.

1.       Untuk menciptakan pemerintahan yang berwibawa ( Clean and Strong Government )
2.       Adanya PTUN adalah juga sabagai Syarat Indonesia sebagai Negara Hukum.
( seperti yang ada pada UUD 1945 Pasal 1 ayat 3 : Indonesia adalah Negara Hukum )
berikut ini adalah syarat – syarat sebagai Negara h
ukum, antara lain :
*       Adanya Perlindungan Hak Asasi Manusia
*       Asas – Asas Legalitas ( semua tunduk pada aturan hukum )
*       Pembagian Kekuasaan
*       Peradilan Administrasi Negara (PTUN)
3.       PTUN sebagai sarana, media, atau wadah apabila terjadi konflik antara penjabat / badan hukum negara dengan rakyat. Yang dimaksud konflik disini, apabila ada suatu Beschiking (KTUN) yang menjadi Obyek dari PTUN menimbulkan permasalahan atau kerugian bagi masyarakat.
( sesuai dengan lahirnya Peradilan Tata Usaha Negara yaitu UU NO. 5 Sdut No. 9/2004 Sdut N0. 51/2009 )
4.       Adanya Hakim Ad-Hoc

c.)    Kompetensi Absolut dan Relatif dalam PTUN
1. Kompetensi Relatif
Kompetensi relatif suatu badan pengadilan ditentukan oleh batas daerah hukum yang menjadi kewenangannya. Suatu badan pengadilan dinyatakan berwenang untuk memeriksa suatu sengketa apabila salah satu pihak sedang bersengketa (Penggugat/Tergugat) berkediaman di salah satu daerah hukum yang menjadi wilayah hukum pengadilan itu.
Pengaturan kompetensi relatif peradilan tata usaha negara terdapat dalam Pasal 6 dan Pasal 54
Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 menyatakan :
  1. Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota.
  2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.
Untuk saat sekarang PTUN masih terbatas sebanyak 26 dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) ada 4 yaitu PT.TUN Medan, Jakarta, Surabaya dan Makasar  di seluruh wilayah Indonesia, sehingga PTUN wilayah hukumnya meliputi  beberapa kabupaten dan kota. Seperti PTUN Medan wilayah hukumnya meliputi wilayah provinsi Sumatera Utara dan PT.TUN wilayah hukumnya meliputi provinsi-provinsi yang ada di Sumatera.
Adapun kompetensi yang berkaitan dengan tempat kedudukan atau tempat kediaman para pihak, yakni pihak Penggugat dan Tergugat. Dalam Pasal 54 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 diatur sebagai berikut :
Gugatan sengketa tata usaha negara diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat.
  1. Apabila Tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan, gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
  2. Dalam hal tempat kedudukan Tergugat tidak berada dalam daerah hukum Pengadilan tempat kediaman Penggugat, maka gugatan dapat diajukan ke Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan.
  3. Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa tata usaha negara yang bersangkutan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat.
  4. Apabila Penggugat dan Tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta.
  5. Apabila Tergugat berkedudukan di dalam negeri dan Penggugat di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di tempat kedudukan Tergugat.
Dengan demikian gugatan pada prinsipnya diajukan ke pengadilan di tempat tergugat dan hanya bersifat eksepsional di tempat penggugat diatur menurut Peraturan Pemerintah. Hanya saja sampai sekarang Peraturan Pemerintah tersebut belum ada.
2. Kompetensi Absolut
Kompetensi absolut adalah hal berkaitan dengan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok dari sengketa. Adapun yang menjadi obyek sengketa Tata Usaha Negara adalah Keputusan tata usaha negara sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004.
Kompetensi absolut PTUN adalah sengketa tata usaha negara yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004).
Obyek sengketa Tata Usaha Negara adalah Keputusan tata usaha negara sesuai Pasal 1 angka 3 dan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004.
Namun ini, ada pembatasan-pembatasan yang termuat dalam ketentuan Pasal-Pasal UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 yaitu Pasal 2, Pasal 48, Pasal 49 dan Pasal 142. Pembatasan ini dapat dibedakan menjadi : Pembatasan langsung, pembatasasn tidak langsung dan pembatasan langsung bersifat sementara.

d.)   Pembatasan Langsung terhadap Kompetensi Absolut.
Pembatasan langsung adalah pembatasan yang tidak memungkinkan sama sekali bagi PTUN untuk memeriksa dan memutus sengketa tersebut. Pembatasan langsung ini terdapat dalam Penjelasan Umum, Pasal 2 dan Pasal 49 UU No. 5 Tahun 1986. Berdasarkan Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 menentukan, bahwa tidak termasuk Keputusan tata usaha negara menurut UU ini :
  1. Keputusan tata usaha negara yang merupakan perbuatan hukum perdata.
  2. Keputusan tata usaha negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum.
  3. Keputusan tata usaha negara yang masih memerlukan persetujuan.
  4. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana.
  5. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  6. Keputusan tata usaha negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia.
  7. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan umum.
2.      Pasal 49, Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara tertentu dalam hal keputusan tata usaha negara yang disengketakan itu dikeluarkan :
  1. Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam atau keadaan luar biasa yang membahayakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e.)    . Admistratief Beroef dan Bezwaarschirft.

Admistratief Beroef/Banding administrasi;
Ø  Apabila penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara tersbut dilakukan oleh instasi lain dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang menerbitkan Keptusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan.

Ø  Pengajuan surat keberatan  (Bezwaarscriff Beroep)  yang diajukan kepada Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan (Penetapan/ Beschikking) semula. Apabila peraturan dasarnya hanya menentukan adanya upaya administratif berupa peninjauan surat keberatan, maka gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan diajukan kepada pengadilan Tata Usaha Negara

Bezwaarschirft/Keberatan ;
Ø  Apabila penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus dilakukan sendiri oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut.
Ø  Pengajuan banding administratif  (administratif Beroep) yang ditujukan kepada atasan Pejabat atau instansi lain dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan yang berwenang  memeriksa ulang keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan. Apabila peraturan dasarnya menentukan adanya upaya adiministratif berupa surat keberatan dan atau mewajibkan surat banding administratif, maka gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang telah diputus dalam tingkat banding administratif  diajukan langsung kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam tingkat pertama yang berwenang.


2.      Sebutkan Kekuasaan Kehakiman di Lingkungan Peradilan PTUN ?

Dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 sekarang (hasil amandemen) disebutkan, bahwa :
  1. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan.
  2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Makamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Makamah Konstitusi
Berbeda dengan UUD 1945 sebelum amandemen, yang mengatur kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan kehakiman di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Kekuasaan kehakiman kita sekarang selain diselenggarakan olah Mahkamah Agung  (MA) dan badan-badan peradilan di bawahnya dalam empat lingkungan peradilan juga oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Kedudukan Mahkamah Agung sama, baik sebelum dan sesudah amanden UUD 1945 merupakan puncak dari badan-badan peradilan di empat lingkungan peradilan. Empat lingkungan peradilan yang terdiri dari 1 (satu) lingkungan peradilan umum dan 3 (tiga) lingkungan peradilan khusus yaitu : agama, militer dan tata usaha negara. Keempat  lingkungan peradilan tersebut masing-masing memiliki badan peradilan (pengadilan) tingkat pertama dan banding. Badan-badan peradilan tersebut berpuncak pada sebuah MA.
Untuk lingkungan peradilan tata usaha negara berdasarkan Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 9 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dalam Pasal 47 mengatur tentang kompetensi PTUN dalam sistem peradilan di Indonesia yaitu bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara.
Kewenangan Pengadilan untuk menerima, memeriksa, memutus menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya yang dikenal dengan kompetensi atau kewenangan mengadili.
PTUN mempunyai kompetensi menyelesaikan sengketa tata usaha negara di tingkat pertama. Sedangkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) untuk tingkat banding. Akan tetapi untuk sengketa-sengketa tata usaha negara yang harus diselesaikan terlebih dahulu melalui upaya administrasi berdasarkan Pasal 48 UU No. 5 tahun1986 jo UU No. 9 tahun 2004 maka PT.TUN merupakan badan peradilan tingkat pertama. Terhadap putusan PT.TUN tersebut tidak ada upaya hukum banding melainkan kasasi.

3.      Siapakah yang melakukan proses seleksi Pengangkatan Hakim PTUN ? Jelaskan.

a. Wewenang Pengangkatan
Mengenai wewenang pengangkatan umumnya di setiap pengadilan diatur bahwa hakim ad hoc diangkat oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung, hanya pengaturan dalam pengadilan pajak hal tersebut tidak jelas. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 9 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 ‘Dalam memeriksa dan memutus perkara sengketa pajak tertentu yang memerlukan keahlian khusus, Ketua dapat menunjuk hakim ad hoc sebagai Hakim Anggota.’ Di sini tidak jelas siapa yang dimaksud dengan Ketua apakah Ketua Pengadilan atau Ketua MA yang memiliki wewenang tersebut. Akan tetapi tampaknya ketidakjelasan tersebut lebih disebabkan karena pada awalnya pengadilan pajak didirikan memang bukan sebagai pengadilan khusus akan tetapi peradilan khusus. Namun perubahan konstitusi yang membatasi lingkungan peradilan hanya ada empat yang menyebabkan peradilan pajak ini harus dirubah menjadi pengadilan khusus pajak. Selain perubahan konstitusi, proses penyatuan atap juga merupakan faktor yang membuat ketidakjelasan tersebut. Dalam UU tersebut dikatakan pengaturan lebih lanjut tata cara pengangkatan hakim ad hoc diatur dengan keputusan menteri, yang mana saat ini hal tersebut kemungkinan besar tidak akan dimungkinkan lagi.

b. Syarat Hakim Ad Hoc
Mengenai syarat-syarat formil bagi hakim ad hoc juga berbeda-beda, akan tetapi terdapat benang merah dari masing-masing pengadilan khusus tersebut, yaitu kompentensi. Umumnya syarat kompentensi tersebut diturunkan dalam bentuk gelar kesarjanaan dan pengalaman. Berdasarkan UU, tidak semua pengadilan khusus mensyaratkan lulusan fakultas hukum dan sejenisnya, cukup banyak juga pengadilan khusus yang tidak mewajibkan lulusan fakultas hukum sebagai syarat mutlak. Mengenai pengalaman di bidang tertentu pada pengadilan khusus tidak semua pengadilan khusus mensyaratkan dengan jelas berapa lama pengalaman di bidang tertentu tesebut dibutuhkan.
c. Tata Cara Pengangkatan Hakim Ad Hoc
proses rekrutmen Hakim  Mahkamah Agung membentuk sebuah Panitia Seleksi yang mengikutsertakan komponen civil society. Tahap yang dilalui pada rekrutmen Hakim Ad Hoc yaitu, MA membentuk Pansel, kemudian Pansel mengumumkan dibukanya pendaftaran Hakim Ad Hoc. Setelah calon-calon hakim ad hoc tersebut mendaftar, Pansel kemudian melakukan seleksi yang dibagi menjadi beberapa tahap, tahap pertama yaitu seleksi administrasi. Terhadap calon yang telah memenuhi kelengkapan-kelengkapan administratif tersebut kemudian diwajibkan untuk mengikuti test tertulis. Setelah test tertulis calon yang lulus kemudian dilakukan profile assessment test yang dilakukan konsultan psikologi dan manajemen profesional. Tahap terakhir yang harus dilalui oleh calon adalah tahap fit and proper test. Dari tahapan-tahan tersebut kemudian Pansel mengajukan usulan nama-nama calon kepada Ketua MA. Pada proses yang lalu Pansel mengajukan 9 calon Hakim Ad Hoc yang terdiri dari 3 orang untuk tingkat PN, 3 untuk tingkat PT dan 3 untuk tingkat MA. Para calon tersebut kemudian mengikuti pelatihan khusus yang diadakan oleh MA bekerja sama dengan pihak luar. Hasil pelatihan khusus tersebut kemudian menjadi dasar bagi MA untuk mengusulkan calon hakim ad hoc kepada Presiden.

Tapi Beberapa waktu yang lalu Presiden telah mengeluarkan Perpu No. 1 Tahun 2005 tentang Penundaan Pelaksanaan UU No. 2 Tahun 2004. Penerbitan Perpu tersebut terjadi karena adanya permohonan dari MA kepada Presiden karena MA belum siap untuk melaksanakan UU tersebut khususnya yang berkaitan dengan pengoperasian Pengadilan PHI. Ketidaksiapan MA ini salah satunya disebabkan oleh jangka waktu yang ditetapkan oleh UU dirasa terlalu singkat, sementara terdapat kendala-kendala teknis di lapangan seperti anggaran, rekrutmen hakim ad hoc dan lain sebagainya yang menjadi tanggung jawab MA. Di sisi lain pihak MA juga mengeluhkan munculnya beberapa pengadilan khusus yang proses penyusunan UU nya kurang melibatkan pihak MA.
Masalah-masalah ini muncul sebenarnya merupakan satu implikasi dari program penyatuan atap yang diamanatkan oleh UU No. 35 Tahun 1999 yang kemudian ditindaklanjuti oleh UU No. 4 Tahun 2004. Dengan kedua UU tersebut maka fungsi administratif, finansial dan administratif yang awalnya berada di bawah kewenangan Pemerintah kini menjadi tanggung jawab MA. Pembentukan pengadilan khusus yang diamanatkan oleh undang-undang tentunya mempunyai implikasi terhadap hal-hal tersebut. Jika pembentukan pengadilan khusus dilakukan pada masa sebelum penyatuan atap mungkin permasalahan-permasalahan yang dikeluhkan oleh MA tidak akan menjadi masalah, karena tentunya implikasi-implikasi anggaran, finansial, organistatorial dan administratif yang berkaitan dengan pembentukan pengadilan khusus ini akan menjadi beban pemerintah. Dan oleh karena pemerintah merupakan pihak yang terlibat dalam proses penyusunan undang-undang tentunya pemerintah lebih dapat mengantisipasi masalah-masalah yang saat ini dikeluhkan oleh MA. Hal ini tampaknya sulit bagi MA karena secara formil MA memang bukan pihak yang diberikan hak untuk ikut merumuskan undang-undang.
Dengan penyatuan atap, akan tetapi pembentukan pengadilan khusus tetap dilakukan dengan undang-undang yang merupakan kewenangan DPR dan Presiden, tentunya masalah-masalah seperti ini potensial akan terus terjadi. Di satu sisi, struktur ketatanegaraan kita memang tidak mengatur hak MA dalam hal penyusunan undang-undang. Di sisi lain jika kewenangan pembentukan pengadilan khusus menjadi kewenangan MA hal ini juga bisa menimbulkan masalah lain. Tampaknya masalah mekanisme pembentukan pengadilan khusus ini perlu kita pikirkan lebih serius lagi agar masalah-masalah seperti yang terjadi saat ini tidak terjadi lagi di kemudian hari.



Struktur Pengadilan Khusus

Istilah Pengadilan Khusus terkadang sering disalahartikan oleh masyarakat, seakan pengadilan khusus merupakan suatu pengadilan tersendiri yang memiliki struktur organisasi sebagaimana halnya Pengadilan-Pengadilan pada umumnya. Pandangan ini tampaknya semakin menguat setelah berdirinya Pengadilan Tipikor, terutama setelah Pengadilan Tipikor yang merupakan bagian dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dipindahkan ruang sidangnya ke gedung Upindo di kawasan Kuningan Jakarta Selatan.
Padahal jika dilihat undang-undang yang mengatur masing-masing Pengadilan Khusus tersebut tidak ada yang mengatur mengenai struktur organisasi dari Pengadilan Khusus tersebut, dengan pengecualian Pengadilan Pajak. Namun mengenai Pengadilan Pajak ini menurut penulis terjadi karena memang sedari awal Pengadilan Pajak dimaksudkan untuk sebagai Badan Peradilan Khusus yang sejenis dengan Peradilan Umum, Agama, TUN dan Militer. Hal ini terlihat dari kewenangan pembinaan organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan pajak ini berada dibawah Departemen Keuangan,[10] sementara pada saat itu tidak ada satupun badan peradilan yang pembinaannya berada dibawah Departemen Keuangan. Namun karena ternyata 5 bulan sebelum UU No.14 Tahun 2002 ini disahkan amandemen UUD 1945 telah menutup kemungkinan berdirinya badan peradilan baru selain yang telah ada maka akhirnya Pengadilan Pajak ‘dipaksakan’ untuk masuk dalam wilayah Peradilan TUN melalui UU No. 4 Tahun 2004.

4.      Sebutkan Perbedaan Kewenangan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian pengaturan perundang – undangan ?

Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi adalah penyelenggara kekuasaan kehakiman di Indonesia sesuai dengan UUD 1945 Amandemen ke III
Menurut UUD 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:
  1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangan di bawah UU, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh UU
  2. Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
  3. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi(pemberian pengampunan/pengurangan hukuman) dan rehabilitasi (pemulihan nama baik)
Menurut UUD 1945, kewajiban dan wewenang Mahkamah Kosntitusi adalah:
  1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945
  2. Wajib memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan Wakil Presiden menurut UUD 1945
5.      Sebutkan Macam – macam KTUN yang tidak termasuk dalam pengertian Pasal 2 UU PTUN ?

Keputusan Tata Usaha Negara merupakan suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata (Pasal 1 angka 3 UU No.5 Tahun 1986).

Macam-macam Keputusan Tata Usaha Negara. :
Menurut Van Der Wel menyatakan bahwa keputusan tata usaha Negara terdiri dari[3]:
1.       De Rechtsvastellende Beschikkingen
2.       De Constitutieve Beschikkingen, yang terdiri atas:
-          Belastande Beschikkingen (Keputusan yang memberi beban)
-          Begunstigende Beschikkingen (Keputusan yang menguntungkan)
-          Statusverleningen (Penetapan status)
3.       De Afwijzende Beschikkingen (Keputusan Penolakan)
Adapun E.Utrecht menyatakan bahwa ada beberapa macam-macam keputusan tata usaha Negara, diantaranya. :
1. Ketetapan Positif dan Ketetapan Negatif
Ketetapan Positif merupakan ketetapan yang menimbulkan hak/ dan kewajiban bagi yang dikenai ketetapan. Sedangkan Ketetapan Negatif merupakan ketetapan yang tidak menimbulkan perubahan dalam keadaan hukum yng telah ada. Adapun ketetapan negatif ini dapat berbentuk:
Ø Pernyataan tidak berkuasa (Onbevoegd-Verklaring)
Ø Pernyataan tidak diterima (Nietontvankelijk Verklaring)
Ø Atau suatu penolakan (Afwijzing)
2.       Ketetapan Deklaratoir atau Ketetapan Konstitutif
Ketetapan Deklaratoir merupakan ketetapan yang hanya menyatakan bahwa hukumnya demikian(Rechtsvastellende Beschikking)
Sedangkan ketetapan konstitutif adalah ketetapan dalam membuat hukum (Rechtsheppend)
  1. Ketetapan Kilat (Eenmalig) dan Ketetapan yang Tetap atau Permanen (Blijvend)
Ketetapan Eenmalig adalah ketetapan yang hanya berlaku sekali atau ketetapan sepintas lalu atau ketetapan yang bersifat kilat (Vluctige Beschikking)
Sedangkan Ketetapan Permanen adalah ketetapan yang memiliki masa berlaku yang lama.[5]
Menurut WF. Prins, ada 4 macam ketetapan kilat[6]:
    • Ketetapan yang bermaksud mengubah redaksi (teks) ketetapan lama
    • Suatu ketetapan negatif
    • Penarikan atau pembatalan suatu ketetapan
    • Suatu pernyataan pelaksanaan(Uitvoerbaarverklaring)
  1. Ketetapan yang Menguntungkan dan Ketetapan yang Memberi Beban
Ketetapan bersifat menguntungkan artinya ketetapan itu memberi hak-hak atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu yang tanpa adanya ketetapan itu tidak akan ada atau bilamana ketetapan itu memberikan keringanan beban yang ada atau mungkin ada.
Sedangkan ketetapan yang memberikan beban adalah ketetapan yang meletakkan kewajiban yang sebelumnya tidak ada atau ketetapan mengenai penolakan terhadap permohonan untuk memperoleh keringanan.
  1. Ketetapan yang Bebas dan Ketetapan yang Terikat
Ketetapan yang bersifat bebas adalah ketetapan yang didasarkan pada kebebasan bertindak yang dimiliki oleh pejabat tata usaha Negara.
Sedangkan Ketetapan yang terikat adalah Ketetapan itu hanya melaksanakan ketentuan yang sudah ada tanpa adanya ruang kebebasan bagi pejabat yang bersangkutan.[8]
  1. Ketetapan Perorangan dan Ketetapan Kebendaan
Ketetapan Perorangan adalah ketetapn yang diterbitkan berdasarkan kualitas pribadi orang tertentu
Sedangkan ketetapan kebendaan adalah keputusan yang diterbitkan atas dasar kualitas kebendaan.


Dan Yang Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang PTUN pasal 2 ini, antara lain :
1.  Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;
2.  Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
3.  Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
4.  Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
5.  Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6.  Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;
7.  Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum.


KEMBALIKAN APBN UNTUK RAKYAT !!!


KENAIKAN HARGA BBM

Oleh : Muhammad Ivana Putra
Tokoh Pemuda Gresik dan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya


Semenjak adanya pasal 7 ayat 6 UU APBNP selama ini, rakyat Indonesia seolah – olah tak akan pernah khawatir akan isu kenaikan BBM. Memang di Negara yang mempunyai kekayaan sebesar Indonesia ini, maka wajar jika harga BBM tetap stabil seperti biasanya, dan kesejahteraan rakyat menjadi prioritas utamanya. Apalagi didalam Undang – Undang Dasar 1945 kita, dijelaskan pada Pasal 33 ayat 3. Yang berbunyi : “Bumi, Air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Sehingga dari isi kandungan pasal 33 ayat 3 ini dijelaskan bahwa setiap kekayaan alam yang ada di Indonesia adalah milik bangsa Indonesia yang harus dikelola sendiri oleh pemerintah Indonesia, dan hasil dari kekayaan alam tersebut prioritas utamanya harus digunakan untuk mesejahterakan rakyat Indonesia. Hal ini juga termasuk Bahan Bakar Minyak atau yang biasa disebut dengan BBM.

BBM di Indonesia ini, jika Dilihat dari sisi pemakai BBM, sektor transportasi merupakan pemakai BBM terbesar dengan proporsi setiap tahun selalu yang mengalami kenaikan. Kemudian di susul oleh sektor rumah tangga, sektor industri dan pembangkit listrik. Sedangkan, jika dilihat ketersediaannya, selama ini kebutuhan BBM dipasok oleh Pertamina dan impor. Beberapa jenis energi BBM yang sebagian penyediaannya melalui impor adalah avtur, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel, dan minyak bakar.sehingga makin tingginya penggunaan BBM, maka tinggi pula subsidi BBM yang harus dikeluarkan pemerintah. Maka Oleh karena hal itulah salah satu langkah pemerintah menekan subsidi bahan bakar yang bisa melambung hingga Rp340 triliun. Jauh dari rencana subsidi BBM yang ditetapkan dalam APBN-P 2012, sebesar Rp225 triliun. Ini karena melambungnya harga minyak mentah dunia, dan sebagian kebutuhan BBM masih diimpor.

Dari hal diatas inilah, yang mendorong pemerintah untuk mencoba menaikan harga BBM. Dengan dalih untuk menghemat penggunaan BBM dan menyelamatkan APBN Negara kita yang sudah menbengkak. Tetapi dalam hal ini pemerintah seolah olah tertekan oleh adanya pasal 7 ayat 6 UU APBNP yang berbunyi : “Harga BBM tidak akan pernah dinaikan oleh pemerintah”, sehingga dengan adanya pasal tersebut, gerak pemerintah untuk mencoba melakukan kebijakan kenaikan harga BBM sangat sempit. Kemudian dengan tingginya tekanan dari rakyat yang menolak kenaikan harga BBM. Sebab dalam isu kenaikan harga BBM ini, tentu saja rakyat yang akan jadi korban dari kebijakan ini. Disini rakyat berusaha menekan agar pemerintah mencari solusi lain, agar tidak menaikan harga BBM. Karena BBM merupakan salah satu penentu bertambah mahalnya biaya ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Tetapi kenaikan harga BBM, tak serta merta begitu saja terjadi. Masih banyak faktor – faktor lain yang mendukung kenaikan harga BBM ini. Oleh karena itu saya mencoba untuk mengemukakan faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi kebijakan pemerintah untuk menaikan harga BBM. Antara lain adalah :
  
Ø  Borosnya Anggaran APBN sehingga memicu Pemerintah untuk menarik SUBSIDI BBM, yang berdampak Pada kenaikan harga BBM.

Ngototnya pemerintah menaikkan BBM meskipun rakyat pasti menderita adalah tindakan pengkhianatan kepada rakyat akibat lebih tunduk asing dan pemerintah yang terlalu berfoya – foya dengan kemewahan. Padahal untuk mendapatkan lebih kurang 31 trilyun dengan menaikkan BBM ini , masih banyak cara yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Kenapa pemerintah tidak memilik untuk melakukan penghematan terhadap anggaran APBN yang boros , tidak efektif dan efesien?Misalnya Anggaran untuk kunjungan dan studi banding tahun 2011 mencapai Rp 21 T, padahal selama ini dinilai lebih banyak bernuansa plesiran. Anggaran untuk gaji pegawai tahun 2012 saja mencapai Rp 215.7 triliun, lalu naik Rp 32.9 triliun (18%). Jika coba saya dibandingkan dengan data tahun 2011 yang saya dapat, salah satu pos cukup besar diantaranya tunjangan pejabat. Demikian juga anggaran Belanja barang sebesar Rp 138,5 T dan belanja modal Rp. 168 T yang kadang-kadang anggaran tersebut digunakan untuk belanja yang sifatnya pemborosan seperti renovasi gedung yang masih bagus, penggantian mobil mewah milik para pejabat padahal mobil sebelumnya masih layak pakai. Tentu saja, Hal inilah yang harus jadi pertimbangan bagi para pejabat – pejabat kita di senayan.

Apalagi Pemerintah juga menambah jumlah pejabat tinggi, yaitu menambah banyak jabatan wakil menteri. dan Pastinya mereka akan mendapat berbagai fasilitas yang dibiayai dari dana APBN, seperti rumah dan mobil dinas, biaya operasional, gaji, tunjangan jabatan, sekretaris, ajudan, sopir dan beberapa staf pembantu dan sebagainya. Tentu itu makin menyedot uang APBN kita. Belum lagi Korupsi dalam penggunaan dana APBN. Dalam catatan KPK menurut data yang saya peroleh, pada 2008 kebocoran APBN mencapai 30-40 persen. Artinya terdapat ratusan trilyun yang bocor. Yang Pertanyaannya, kenapa pemerintah lebih senang mengorbankan rakyatnya dibanding melakukan penghematan yang jumlahnya pasti lebih dari 31 trilyun yang didapat dari menaikkan BBM ?

Untuk mendapatkan 31 trilyun pemerintah sebenarnya bisa melakukan moratorium termasuk menghentikan penambahan utang baru. Karena kalau mau jujur, yang membebani APBN selama ini bukan subsidi tapi pembayaran Utang dan bunganya. Tapi ini ini tidak dilakukan, pemerintah sangat patuh untuk membayar utang baik pokok maupun bunganya bahkan anehnya justru pemerintah malah menambah utang baru sebagai contoh Anggaran Pembayaran Utang tahun 2012 sebesar 170 trilyun (Bunga Rp 123 T dan Cicilan Pokok Utang LN Rp 43 T).

Ironisnya, tahun 2012 pemerintah terus menambah utang dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp. 134 T dan utang luar negeri sebesar Rp 54 T. Padahal, ada sisa sisa APBN 2010 Rp 57,42 triliun ditambah sisa APBN 2011 Rp 39,2 triliun. Untuk apa utang ditambah, sementara masih ada sisa dana yang tidak digunakan? Padahal bunga SUN dan utang LN itu harus dibayar tiap tahun hingga puluhan triliun. Yang menikmati itu adalah para kapitalis dan orang-orang kaya.

Kalau memang pemerintah serius berpihak kepada rakyat, kenapa pemerintah tidak mengambil alih tambang minyak, gas, emas, batubara, yang mayoritas dikuasai oleh asing. Dan tak seharusnya pemerintah sebagai pembuat kebijakan disini, harus membuat kebijakan – kebijakan yang selalu merugikan Rakyat. Padahal kita tau bahwa mereka itu adalah wakil rakyat, tapi mengapa setiap kebijakannya selalu tidak berpihak kepada rakyat.

Ø  Adanya Kepentingan Asing

Kenaikan harga BBM sejatinya bukan merupakan semua keinginan bagi seluruh rakyat Indonesia. Mungkin saja tekanan untuk menaikan harga BBM di Indonesia ini, juga merupakan tekanan dari pihak Asing yang mempunyai kepentingan di Indonesia, dan Mungkin saja isu kenaikan pasal hingga adanya penambahan Pasal 7 ayat 6a adalah pasal titipan dari Negara – Negara Kapitalis Asing, yang mempunyai kepentingan besar di Indonesia. Kita tau, bahwa seolah – olah masyarakat Indonesia saat ini digiring oleh pemerintah agar dalam membeli BBM, kita harus mengikuti harga pasar dunia. Ada apakah sebenarnya dengan kebijakan pemerintah saat ini ? Hal ini tak menutup kemungkinan bahwa kebijakan pemerintah mengenai kenaikan BBM ini adalah Konspirasi Asing yang mencoba semakin menghancurkan perekonomian rakyat Indonesia.

jika harga BBM naik, maka SPBU Pertamina yang selama ini merupakan kebanggaan rakyat Indonesia, dan selalu memenuhi kebutuhan Masyarakat akan penggunaan BBM dengan harga yang terjangkau. Maka, apa jadinya apabila harga BBM itu naik ? Lalu bagaimana kemudian jika Harga BBM yang dijual di SPBU milik BUMN Pertamina ini, harganya sama dengan harga BBM yang dijual di SPBU – SPBU milik Asing seperti Shell dan Petronas ?

Tentu saja hal ini akan menguntungkan bagi para investor asing, dan para pengusaha minyak dunia yang mempunyai kepentingan di Indonesia. Dengan samanya harga BBM yang dijual di SPBU milik pertamina dengan SPBU milik asing, maka tak khayal apabila SPBU – SPBU milik asing akan bertambah jumlahnya. SPBU – SPBU asing akan semakin menggeser kedudukan SPBU milik pertamina, dan hal ini membuat rakyat Indonesia akan bergantung untuk menggunakan BBM dengan harga mengikuti pasar dunia. Sehingga apabila suatu saat harga minyak dunia semakin naik, maka pemerintah disini tidak akan bisa berbuat banyak, dan masyarakat mau tidak mau harus membeli BBM di SPBU asing meskipun sangat mahal Harganya. Akhirnya pada hal ini dapat disimpulkan, bahwa seharusnya pemerintah dalam membuat kebijakan harusnya tak pernah melupakan Pancasila dan jiwa nasionalisnya. Sebab dulu yang menjadi motto bapak pendiri bangsa Ir. Soekarno, selalu mengucapkan kalimat “Berdiri diatas kaki sendiri”. Yang mungkin artian dalam kalimat itu, segala sumber daya alam yang menjadi kekayaan milik bangsa Indonesia ini seharusnya dikelola dan dinikmati oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga tak seharusnya kita masih harus terjajah oleh pembodohan dan terjajah secara ekonominya oleh kepentingan asing disini.

Ø  Adanya Kepentingan Politik

Kenaikan Harga BBM, mungkin saja tak serta merta hanya ditujukan untuk menjaga APBN, Stabilitas Ekonomi, maupun menjaga cadangan Minyak bumi kita yang semakin menipis. Kita tau, Selama pemerintahan Indonesia dibawah kepemimpinan Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dua periode ini.Pemerintahan saat itu pernah menaikan harga BBM sebanyak 3 kali kenaikan. Dan dampak dari kenaikan harga BBM tersebut sangat berpengaruh bagi signifikan kehidupan masyarakat. Saat itu jumlah warga miskin meningkat, harga sembako juga mengikuti kenaikan harga BMM, sehingga biaya Hidup saat itu juga menjadi tinggi. Oleh karena hal itulah, Bapak Presiden kita dianggap gagal dalam mesejahterakan Rakyatnya. Banyak sebagian rakyat Indonesia yang sudah tidak bersimpati lagi terhadap kebijakan pemerintah dibawah kepemimpinan Bapak SBY saat itu.

Kemudian, setelah lama kebijakan kenaikan harga BBM itu sudah berjalan lama ditengah – tengah Masyarakat. Tiba – tiba diakhir – akhir pemerintahan Bapak presiden SBY,  saat itu dengan mengejutkannya bapak SBY dan pemerintah menurukan Harga BBM dengan secara bertahap selama 3 kali. Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan besar bagi kita, ada apa dibalik kebijakan penurunan harga BBM secara 3 kali bertahap ini ?
Dan disini saya sebagai kaum akademisi menilai, bahwa kebijakan penurunan harga BBM saat itu adalah kebijakan politik penggembalian nama baik Presiden Susilo bambang Yudhoyono. Sebab, diakhir periode jabatannya waktu itu. tingkat suara para pemilih presiden SBY menurun sangat tajam akibat ketidakpercayaan masyarakat akan kebijakannya yang dinilai kurang memihak pada rakyat. Tetapi dengan adanya penurunan harga BBM saat itu, seolah – olah paradigm yang berkembang dimasyarakat telah hilang. Sebagian masyarakat kembali bersimpati kepada presiden SBY lagi, hingga akhirnya pada Pemilihan Presiden Tahun 2010 lalu bapak Susilo Bambang yudhoyono terpilih lagi menjadi Presiden Republik Indonesia.

Maka dari ilustrasi yang saya kembangkan diatas, kita harus bijak memandang dari segala sisi ATAS DASAR APA BBM  itu dinaikan ? jangan sampai hanya karena kepentingan Politik sesaat, masyarakat yang harus dijadikan Korban kembali. Sebab kita tau, tidak lama setelah ini akan ada Pemilu 2014 yang akan memilih Capres dan Cawapres Indonesia. Jangan sampai isu kenaikan BBM ini, hanya disalahgunakan sebagai kepentingan Politik maupun digunakan sebagai alat menarik suara pemilih pada tahun 2014 nanti.


MUNCULNYA PASAL 7 AYAT (6) A
YANG
inkonstitusional

Dengan adanya wacana kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga BBM yang memberatkan masyarakat pada tanggal 1April 2012 lalu. Tentu saja hal itu mendapatkan tekanan dari Masyarakat Luas, dan partai – partai oposisi yang menganggap kebijakan pemerintah ini tidak pro terhadap rakyat. Demonstrasi besar – besaran yang menolak kebijakan kenaikan harga BBM, menyebar diseluruh negeri. Dan dalam hal ini, pemerintah tidak bisa serta merta untuk menaikan harga BBM begitu saja. Sebab pada Pasal 7 ayat 6 sebelumnya, berbunyi “harga BBM tidak akan dinaikan lagi oleh pemerintah, dan pemerintah wajib mensubsidi BBM demi kesejahteraan Rakyat”. Sehingga atas dasar itulah, DPR selaku pembuat undang – undang. Menambah subsider isi pasal 7 ayat 6 UU APBNP, dengan tambahan  isi Pasal 7 ayat (6) A, yang berbunyi berbunyi: 'Dalam hal harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) dalam kurun waktu 6 bulan berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen, pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga BBM bersubsidi dengan kebijakan pendukungnya.'

Tentu saja penambahan Pasal pada Pasal 7 ayat 6 UU APBNP, ini mendapat reaksi yang keras dari masyarakat. Apalagi penambahan ayat 6 A, dipandang sebagai wujud UU yang inkonstitusional. Bahkan Yusril Mahendra (ahli hukum Tata Kenegaraan), mengatakan, secara materiil Pasal 7 ayat 6(a) UU APBNP 2012 bertentangan dengan pasal 28D dan Pasal 33 UUD 1945, sehingga dirinya mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Tidak hanya hanya secara materiil, Tetapi juga formil karena menabrak syarat-syarat formil pembentukan UU sebagaimana diatur dalam UU Nomor 22/2011. Oleh karena itu, secara materiil dan formil pasal tersebut bisa dibatalkan oleh MK," katanya. Oleh karena itu, ia melakukan pengajuan gugatan terkait pasal 7 ayat 6(a) itu ke MK. Yusril menambahkan, pengajuan uji materi Pasal 7 ayat 6(a) ini dilakukan supaya rakyat tidak diam dalam menghadapi perlawanan undang-undang yang bertentangan tersebut. "Disini (pengajuan ke MK), saya bertindak sebagai pengacara atas kuasa beberapa orang rakyat pengguna BBM bersubsidi yang hak-hak konstitusional mereka dirugikan dengan pasal 7 ayat 6(a) tersebut. Dengan demikian mereka punya kedudukan hukum (legal standing) untuk ajukan perkara ini ke MK." Katanya.

Kita tau, Norma Pasal 7 ayat 6(a) yang menyebutkan bahwa, dalam hal harga rata-rata ICP dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen, pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga BBM bersubsidi dengan kebijakan pendukungnya. Oleh karena itu, Selain mengabaikan kedaulatan rakyat dalam menetapkan APBN, juga mengabaikan asas kepastian hukum dan keadilan, sehingga potensial dibatalkan MK. Pendaftaran ini baru dijalankan dalam sidang setelah Presiden Susilo Yudhoyono menandatangani undang-undang tersebut secara resmi. Tetapi, UU APBNP 2012 sudah disahkan oleh Presiden dan DPR, meskipun belum dimasukan dalam lembar negara, dan ditanda tangani oleh Presiden. Kalau pun tidak ditanda tangani selama 30 hari maka sudah sah menjadi undang-undang. Dan yang, Patut dicatat bahwa sebelumnya MK juga pernah membatalkan Pasal 28 ayat (2) UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Dalam ketentuan Pasal 28 ayat (2) UU Migas harga BBM dan gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha. MK menganggap pasal itu tidak konstitusional karena bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945.

MK membatalkan Pasal 28 ayat (2) UU Migas karena Pasal 33 UUD 1945 mengatur minyak dan gas sebagai kekayaan alam yang menyangkut hajat hidup banyak orang dan berada dalam penguasaan negara. Harga BBM tidak boleh diserahkan kepada harga pasar. Menjadi inkonstitusional jika harga BBM dan gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar.

Sehingga dari Hal itu, Selain menabrak ketentuan Pasal 33 UUD 1945, penambahan Pasal 7 ayat (6)a UU APBNP juga dianggap tidak mengandung kepastian hukum seperti diatur Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945. Sebab, pasal itu memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menaikan harga BBM tanpa memerlukan persetujuan DPR lagi.

Seharusnya menurut saya, harga jual BBM dan gas bumi harus berada di bawah kendali pemerintah dengan persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Kemudian, pasal 7 ayat (6a) UU APBNP tidak memenuhi syarat formil pembentukan sebuah undang-undang sebagaimana diatur dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Isi Pasal 7 ayat (6a) UU APBN-P dinilai bertabrakan dengan Pasal 7 ayat (6) UU APBN. Dan pada intinya kesimpulan, pasal 7 ayat (6a) dalam UU APBNP melanggar ketentuan, sehingga secara formil maupun materil dapat dibatalkan oleh MK.

‘’ KITA KEMBALIKAN APBN untuk RAKYAT, APBN bukan untuk PEMERINTAH”