MvpTogeteR

MvpTogeteR
Selamat datang Didunia MVP

Kamis, 29 Maret 2012

Ultras Gresik Vs Boromania


CATATAN HARI ITU
JUM’AT,  24 APRIL 2009
GRESIK VS PERSIBO

            Hari itu adalah hari Jum’at. Dimana masa – masa Magangku yang cukup  menderita masih aku Jalani. Dibawah kepemimpinan Penggawas magangku yang sangat tegas, kulewati masa – masa itu bersama teman – temanku. Hari itu begitu Panas, dan pekerjaan di Pabrik begitu menumpuk. Kekonyolan terjadi, terkadang tanpa sebab Bapak penggawas selalu Menasehati kami. Karena semasa kami Magang di SEMEN GRESIK, ulah kami bagaikan pemberontak. Cerdas, pintar, Ulet, tetapi suka seenaknya sendiri. Begitulah anggapan Bapak Penggawas Magang kepada kami.

            Jam – jam bekerja telah berganti menjadi Jam istirahat. Karena waktu itu hari Jum’at, Kami biasanya diberikan waktu istirahat yang cukup lama untuk menunaikan Ibadah Sholat Jum’at.  Sebelum kami berempat meninggalkan tempat Magang, semua teman – temanku menyuruh aku untuk meminta tanda tangan dari beberapa penggawas saat itu. Mungkin karena diriku dikenal agak pemberani menghadapi situasi, dan dianggap sebagai pemimpin dari mereka.

            Akhirnya kuberanikan diriku untuk meminta paraf dari salah satu penggawas Magangku saat itu. Sebenarnya, untuk meminta Paraf dari seseorang penggawas biasa dilakukan pada sore hari sebelum Pulang meninggalkan tempat magang. Tapi karena sedikit gaya bicaraku, Aku mampu memberikan sedikit pengertian pada penggawas itu agar memberikan parafnya pada kami.  Tak lama berselang ‘’YES !!!! kami bisa pulang... hahaha’’ Kata diriku sambil memandang paraf penggawas yang sudah diberikan kepada kami. Kami berempat merasa senang, dengan bergegas kami kembali ke kos untuk beristirahat.

            Sesampainya di Kos, terpikir dalam benak kami untuk langsung pulang. Karena kami begitu rindu akan susana rumah kami di Gresik. Seakan kami tak ingin menunggu sore untuk pulang menuju Gresik.  Kami berempat langsung mengemasi barang – barang bawaan seperti biasa. Seperti biasa Bagus afif menunaikan ibadah sholat jum’at terlebih dahulu sebelum pulang ke Lamongan. Sedangkan Aku, Pondra, dan Nanda langsung bergegas pulang tanpa menunaikan ibadah sholat jum’at. Mungkin alasan kami untuk pulang disaat waktu sholat jum’at, adalah suasana j`lan yang begitu sepi, sehingga kami bisa menempuh jarak Tuban – Gresik dengan waktu 1 jam setengah.

            Suasana perjalanan Tuban – Gresik begitu nyaman. Walau berada di bawah sinar terik matahari siang. Tetapi sayang, situasi kota Tuban agak berbeda dengan Kota Gresik. Walau memasuki waktu Shalat jum’at, Aku masih banyak melihat beberapa orang petani meminum Toak ( minuman khas Tuban ) dipinggir sawah di perjalanan pulangku.

            Jalanan Sepi dan laju motorku begitu kencang, hingga mencapai 100 sampai 130 km/jam. karena sebagian besar penggendara bermotor melaksanakan Sholat Jum’at, kami memberanikan diri untuk melaju secepat itu. 103 km jarak yang kami tempuh, akhirnya aku sampai di depan Gerbang Gang rumah Pondra. Kemudian seperti biasanya Pondra pamit kepadaku, lalu aku melanjutkan perjalanan Pulang menuju Rumahku.

BERANGKAT KE ARENA
           
Kunikmati waktu istirahatku, setelah perjalanan yang melelahkan aku tempuh. Ku habiskan makan siang yang lezat, yang selama seminggu ini tak bisa aku santap. Kusadari betapa nikmatnya, Kalau kita berada di rumah sendiri. Di sela – sela makan siangku, orang tuaku bertanya kepada ku.  “kok, sudah pulang ? Kenapa kok nggak Pulang nanti sore ??’’.  Jawabku ‘’Hehehe...., Udah Pulang kok bu, Soalnya nggak ada penggawasnya’’. Orang tuaku hanya tersenyum setelah itu. Mungkin mereka tau, kalau aku sedang lelah saat itu.

            Beberapa waktu kemudian, sebuah sms dari temanku masuk ke Handphoneku :

*    Sms teman Ku :
‘’woooiii !!! Broo... dirimu nggak lihat Gresik United Vs Persibo Bojonegoro tha ?? entar sore’’

‘’Waaah....!!!’’ dalam hatiku aku sontak kaget, Setelah mendapatkan kabar Sms dari temanku yang bernama Fuad. Tak kusadari aku berkata ‘’iya...!! hari ini Lupa kalau ada pertandingan Sepak Bola’’. Tanpa membuang – buang waktuku, aku mengirim sms kepada beberapa teman-temanku yang lain. Akhirnya hanya ada aku dan 3 temanku yang akan menyusul ke Stadion Petrokimia Gresik untuk melihat pertandingan itu.

            Edo ( Boghel ), Tatas ( Singo ), dan Tio ( Jemblong ), adalah ketiga nama temanku yang ikut berangkat ke Stadion bersamaku. Waktu saat itu sudah menunjukkan pukul 15.30 sore. Sehingga kami agak bergegas menuju stadion, karena kami sudah terlambat datang. Sepanjang perjalanan menuju Stadion, jalanan sudah terasa sepi oleh keberangkatan para suporter. Sesampainya di sebuah perlimaan jalan, yang tak jauh dari Stadion Petrokimia Gresik. Kami sempat mengerangkan suara Knalpot Sepeda motor kami. Perlimaan Jalan itu, dikenal sebagai sebutan Perlimaan Jalan Petro. Karena perlimaan jalan itu, berada di dekat Stadion Petrokimia Gresik dan Kawasan Industrinya.

            Perlimaan jalan itu, dikenal sebagai perlimaan jalan yang memiliki waktu lampu merah paling lama. Sekitar 100 detik kami harus menunggu lampu hijau. Setelah 100 detik, lampu merah berganti dengan lampu hijau. Akhirnya kami bisa kembali melanjutkan perjalanan menuju ke Stadion. Tetapi ketika kami hendak memacu kendaraan kami, tiba – tiba sebuah mobil kijang berwarna Silver melaju dengan seenaknya tanpa melihat traffic lamp. Tak khayal, kejadian itu membuat salah satu pengendara bermotor menabrak bangian samping mobil itu. Sehingga mobil itu berhenti ditengah – tengah perlimaan jalan, dan motor milik pengendara bermotor itu terjepit oleh bagian bemper samping mobil itu.

            Kemudian entah apa yang ada difikiran kami, sontak aku mengeber suara Knalpot motorku sambil menujukkan tanganku kearah penggemudi Mobil itu. Motorku kuhadangkan didepan Mobil itu, lalu motor salah satu temanku juga ikut menghadang. Salah satu temanku yang bernama Edo, bahkan mengebrakan tangannya ke arah Kap mobil tersebut. Dengan atribut supoter kami, kami memberanikan diri untuk berteriak kepada penggendara Mobil itu.

            ‘’Wooooi !! lampu merah Pak !!!! jangan semaunya sendiri kalau Jalan!!’’ Teriak Kami. Sontak Hal itu membuat seluruh pengendara yang sedang berada di Perlimaan melihat menuju ke arah kami Semua. Tanpa merasa berdosa, kami melanjutkan perjalanan kami. Dan tak menghiraukan kejadian itu lagi.  Akhirnya Kami Pijakan kaki kami, di Area Stadion Tri Dharma Petrokimia Gresik.

SIAPA ORANYE ?

            Kami pijakan kaki kami, dan bergegas ke arah Stadion. Tetapi sesampainya di Area Parkir Stadion, kami melihat beberapa mini Bus, mobil bak terbuka, sedan, mobil carry, dan kendaraan motor lainnya. Yang bertuliskan Boromania, maupun berplat nomer ‘’S’’ untuk wilayah Kota Bojonegoro. Diperjalanan menuju Tribun Stadion, kami bertemu dengan seseorang gadis yang seumuran dengan kami. Aku lihat, dia datang bersama keluarganya untuk melihat pertandingan Sepak Bola. Sayangnya dia memakai atribut suporter yang berbeda dengan kami. Dia dan keluarganya tampaknya binggung mencari arah Tribun stadion untuk Suporter Boromania / persibo Bojonegoro.

            Atribut Oranye yang ia kenakan, sedangkan kami memakai atribut Kuning hijau khas kebesaran kota Gresik. Tak menjadi masalah untuk mengiringi langkahnya menuju Tribun suporter yang dia tuju. Sesekali temanku bercanda dan meminta nomer handphonenya, walau disampingnya ada keluarganya.

            Didalam stadion, kami terlambat untuk datang. Kami masuk kedalam stadion disaat –saat hampir berakhirnya pertandingan. Ku lihat suasana Ultrasmania Suporter Gresik united begitu panas. Banyak teriakkan – teriakkan para suporter yang menyulut emosiku. Tampak di tribun selatan Stadion, sekitar 1000 suporter Boromania datang mendukung timmnya. Tetapi hal itu juga diimbangi dengan hadirnya supoter Ultrasmania selaku tuan rumah, sekitar 7000 orang. ‘’Entah apa yang terjadi ??’’  kenapa sore ini Stadion hanya dibanjiri sedikit suporter Tuan rumah.

            Selagi bertandingan berlangsung seru, nampak suporter Boromania terkadang membuat Geram supoter Ultrasmania. Hingga terjadinya Goal keempat Persibo Bojonegoro, sehingga menambah kefrustasian Suporter Ultrasmania dikala itu. Disaat – saat pertandingan akan berakhir, skor masih belum berubah untuk kemenangan Persibo Bojonegoro. Tetapi pemain – pemain Gresik United juga tidak mengendurkan penyerangannya untuk memborbardir pertahan Persibo. Terkadang hingga puluhan suporter tak segan – segan melontarkan kata – kata kasar mereka. Begitu dengan aku, tak bisa kutahan semua emosiku yang siap meledak.

            Sebelum pertandingan belum berakhir, para suporter Boromania sudah merayakan kemenangannya. Mereka pikir, Stadion ini seperti milik mereka sendiri. Mereka hanya datang sebagai suporter tamu, seharusnya mereka mengerti akan Hal itu. Tak lama para Suporter Ultrasmania menyanyikan Sebuah lagu untuk mereka ‘’enggak iso molih, nggak iso molih, nggak iso molih’’ [ enngak... bisa kembali pulang, enggak bisa pulang ]. Tetapi dengan beraninya atau meremehkan derajat suporter Tuan rumah, suporter Boromania membalas nyanyian supoter Ultras dengan balasan lagu ‘’ora wedi !!! ora wedii !!!’’ [ tidak takuut..., tidak takut...].

            Merasa sebagai tuan rumah, kami dilecehkan dan seakan kami tidak dihormati disini. Tribun Stadion semua bergemuruh. Teriakan dan ejekan dilayangkan kepada suporter Boromania. Suasana mencekam terasa ditribun suporter tim lawan. Sebagian mereka ada yang ketakutan, dan pergi meninggalkan stadion terlebih dahulu. Tampak dari kejauhan, pemimpin pemimpin suporter Ultras mania juga mengisyaratkan untuk meredam emosi, dan tak melakukan penyerangan di dalam stadion. Beberapa suporter meneriakan,’’ tawur !!! serang mereka !!’’ sehingga beberapa pemimpin Ultras menginstruksikan mereka agar keluar.

            Beberapa gerombolan suporter Ultras sudah keluar dari stadion, padahal pertandingan masih menyisakan beberapa menit lagi. Para suporter yang keluar dari stadion, mereka bergerombol menjadi satu kelompok menuju kearah Parkir kendaraan di sebelah barat Stadion. Nampak sebagian dari mereka mempersenjatai dirinya dengan kayu – kayu besar. Ketegangan masih berlangsung, beberapa suporter yang kecewa ada yang membakar sampah maupun bendera yang mereka miliki di dalam stadion. Barisan polisi merapatkan penggamanan pada tribun suporter Boromania. Dan masih terlihat beberapa orang Ultrasmania menujuk – nujukan jarinya kearah suporter Boromania. Mereka tampak kesal, dan sedikit amarah teraut didalam wajah mereka.

             ‘’Priiiiit...... Priiiiiittt..... Priiiiit’’ Suara peluit wasit, mengakhiri pertandingan yang telah berlangsung seru. Tak lama setelah itu, suara gemuruh merayakan kemenangan terdengar di tribun suporter lawan. Tetapi gemuruh kemenangan itu, diiringi dengan beberapa lemparan botol ke arah lapangan pertandingan. Aku dan ketiga temanku masuk kedalam lapangan. Kami bergegas untuk keluar dari setadion menggunakan pintu dari tribun VIP. Kami trobos lapangan, demi mempersingkat waktu agar cepat keluar dari Stadion. Kami lewati lorong VIP, menuju kearah barat pintu keluar Stadion.

            Setelah keluar dari stadion, aku dan ketiga temanku berada di arah barat Stadion. Kulihat beberapa Boromania bergerombol, berjalan menuju ke arah parkir Stadion sebelah barat. Tetapi beberapa menit kemudian, tiba – tiba datang gerombolan Suporter Ultrasmania. Sebagian dari mereka ikut memprofokasi aku, agar mengambil sebuah batu. Lalu aku ambil sebuah batu, tetapi salah seorang dari mereka berkata. ‘’Klo ambil batu jangan yang kecil, yang agak besaran ae. Biar MATI,  kena Kepalanya !!!’’ Ujar seseorang yang mengenakan Atribut Ultrasmania dengan potongan rambut agak panjang.

            Sebelumnya aku sempat berjalan berdampingan dengan banyak suporter Boromania. Lalu kami hanya memandang mereka dengan raut wajah yang tak begitu ramah. Namun yang ada diraut wajah mereka hanyalah diam, dan tak berani sepatah kata yang mereka ucapkan. Bahkan saat sebuah mobil Pickup yang memuat beberapa suporter Ultasmania melewati gerombolan Suporter Boromania yang sedang berjalan. Mereka hanya terdiam dan memilih untuk minggir dari jalan tersebut.

            Tak lama setelah itu, terdengar suara. ‘’BRUUaak.... Bruaaak.....’’. Sebuah suara yang tak ingin didengar oleh orang – orang yang cinta kepada sebuah kedamaian. Dengan mata kepalaku sendiri, kulihat gerombolan Ultrasmania menyerang ke gerombolan Boromania yang hendak menaiki dua buah minibus yang terparkir di sebelah Lapangan tenis sebelah barat stadion. Lemparan – lemparan batu diarahkan kepada para suporter yang mengenakan atribut Boromania. Tak khayal penyerangan itu mebuat sebagian dari mereka terpukul mundur ke arah Stadion.

            Emosi juga serasa sudah masuk kedalam jiwaku. Kulihat saat –saat penyerangan itu, sebagian Boromania juga kembali membalas lemparan gerombolan suporter Ultras dengan kayu, batu, dan botol air mineral. ‘’Anjing !! Oranye Bangsaat !!’’ kataku didalam hati. Kemudian aku lemparkan kedua Batu pertamaku kearah mereka. Aku tak tau, kena siapa Batu yang kulemparkan. Tetapi aku merasa memiliki sebuah semangat untuk menghajar seseorang yang telah menghina Kecintaanku kepada kotaku.

            Tak lama setelah lemparan batu pertamaku, kuambil sebuah Batu lagi. Terdengar teriakan – teriakan kasar yang mengiringi situasi saat itu. Kulampiaskan, dan kulemparkan Batu kedua dari tanganku. Tetapi tiba – tiba gerombolan Ultras itu mundur, dan berlarian keluar area Parkir. Terlihat mereka keluar memanjat pagar menuju kearah jalan Raya. Sebuah situasi kacau, yang tak bisa dibayangkan. Nampak sekitar ratusan orang yang tumpah dijalan raya, melempari sebuah Mobil yang ditumpangi oleh suporter Boromania. Lemparan itu berlanjut lagi dengan mobil yang ada dibelangkangnya. Tetapi tak lama kemudian, Polisi datang dan membubarkan  aksi mereka. Sebagian mereka berlari menuju kearah jalan Buncop ( arah selatan Stadion ), menghindari kejaran beberapa Polisi.
           
Aku dan ketiga temanku masih berada di area Parkir Stadion. Setelah kejadian itu, kami bergegas menuju kearah motor kami. Motor kami parkir bersebelahan dengan pakir motor suporter Boromania. walau kami saling berdampingan di tempat parkir, kami merasa tak terjadi perselisihan. Yang kulihat hanya raut wajah beberapa dari mereka yang ketakutan. Bahkan saat menyalakan motor mereka, dan akan meninggalkan area Stadion. Tampak sebagian dari mereka, mengganti Atribut mereka dengan pakaian biasa atau menutupi atribut mereka dengan Jaket.

            Diluar Stadion, aku bersama beberapa Ultrasmania mengeber – ngeber  suara Knalpot sepeda motor kami. Emosi masih terasa didalam jiwaku saat itu. Kekalahan Gresik united dan perilaku para Boromania masih membuatku jengkel saat itu. Di sepanjang perjalanan pulang, kami meneriakan ‘’Persibo anjink !!! Boro Sampah !!’’ secara berulang – ulang. Keadaan tak nyaman, mungkin dirasakan para suporter Boromania yang hendak meninggalkan kota Gresik.
           
Sesaat aku melihat sebuah mobil sedan, berplat nomer bojonegoro. Aku tatap dalam cendela kaca mobil tersebut. Ternyata didalam mobil, terlihat beberapa orang memakai atribut Boromania. ku pepet dan ku geber – geberkan Knalpot motorku. Perlahan mobil itu melaju, seakan mengalah akan kehadiran Ultrasmania yang lewat. Diatas motor yang melaju, tanganku menggengam sebuah air kemasan. Sebenarnya terlintas dalam otakku untuk melempar air kemasan itu kearah mobil sedan. Tetapi entah apa yang terjadi, didalam kulihat seseorang anak perempuan remaja. Wajahnya cantik, kira – kira usianya agak lebih muda dari aku. Ia memakai baju Oranye bertuliskan Laskar Angling Dharma, dan ia melihat kearah jendela mobilnya dengan raut wajah ketakutan. Sontak dengan anehnya, aku mengurungkan niatku untuk melempar mobil itu. Kulihat Gadis itu, duduk dipinggir ibunya. Walau itu hanya sesaat, namun aku bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Kulanjutkan laju motorku, meninggalkan mobil itu. Teriakan – teriakan kasar yang kuucapkan, berhenti sejenak karena moment itu. ( didalam hati, aku berkata : ‘’oohh.... Kenapa hati jahatku luluh karena Hal itu.’’ ).

Dipinggiran Jalan juga tak kalah seru, ratusan remaja dan anak-anak yang berjalan kaki menuju ke jalan Kebomas. Mereka berjalan kaki, sambil terkadang meneriakan beberapa kata – kata kasar kepada Boromania. sepeda motorku terus melaju, mengikuti arah jalan menuju kebomas. Saat – saat melaju, kulihat sebuah mobil bak pick up terbuka, yang mengakut remaja – remaja muda. Aku tau mereka para suporter Boromania, tetapi mereka menganti pakaiannya dengan baju hitam. Dengan spontan temanku, meneriaki mobil pick up itu dengan kata. ‘’Boromania itu sampah’’, tetapi mereka hanya belagak bodoh dan bersandiwara tak mengerti akan Hal itu.

Pertigaan kebomas, jalan yang akan menghubungkan pintu keluar Stadion dengan jalan raya Gresik – Lamongan telah dihadang oleh beberapa masa. Sehingga banyak sebagian pengendara motor Boromania, kembali keStadion untuk meminta penggawalan dari Polisi. Sayangnya perjalanan pulangku tidak melewati area itu, dan kami berempat berbelok arah ke Jalan Kartini. Kami pacu motor kami, untuk segera bergegas pulang.

Sesampainya dirumah, ku akhiri hari ini dengan istirahat. Aku merasa lelah dengan semua kejadian hari ini. Ku istirahatkan tubuhku dan kuhabiskan waktuku untuk menikmati suasana rumah yang hanya kurasakan 2 hari selama seminggu. Malam itu, aku tidur dengan nyenyaknya. Tetapi aku sadari dalam hatiku, aku telah melampiaskan semua kebencian, amarah, dengki, yang menumpuk dalam hatiku. Aku tak menyadari, ‘’Apakah benar, tadi sore itu adalah seorang aku ??’’, ‘’seseorang yang tak memiliki Cinta dan kasih sayang, tetapi hanya diselimuti oleh rasa dengki dan amarah.’’
< Tapi Aku tetaplah Aku >

Sepenggal Cerita : MVP MUHAMMAD IVANA PUTRA

Lunturnya Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa


PANCASILA YANG HILANG
BANGSA YANG LUPA IDEOLOGINYA


( OLEH : MVP MUHAMMAD IVANA PUTRA )
            Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang. Merekahnya matahari bulan Juni 1945,  66 tahun yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila. Jika dibandingkan pemahaman masyarakat tentang Pancasila dengan lima belas tahun yang lalu, sudah sangat berbeda, saat ini sebagian masyarakat cenderung menganggap Pancasila hanya sebagai suatu simbol negara dan mulai melupakan nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Padahal Pancasila yang menjadi dasar negara dan sumber dari segala hukum dan perundang-undangan adalah nafas bagi eksistensi bangsa Indonesia. Tetapi di era sekarang, Pancasila hanyalah sebuah hafalan, pajangan dinding, dan tak berarti apa – apa.

Sejarah bangsa Indonesia mencatat bahwa segala upaya dan bentuk makar yang dilakukan untuk menggantikan Pancasila akan kandas dan berakhir fatal bagi para pelakunya. Pengkhianatan terhadap Pancasila bagi bangsa Indonesia sama halnya dengan membunuh eksistensi diri sendiri. Karena selain nilai-nilai Pancasila merupakan pegangan fundamental, sekaligus juga merupakan tujuan akhir dari pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya.

Sementara itu, lunturnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, akibat tidak satunya kata dan perbuatan para pemimpin bangsa, Pancasila hanya dijadikan slogan di bibir para pemimpin, tetapi berbagai tindak dan perilakunya justru jauh dari nilai-nilai luhur Pancasila. Contoh yang tidak baik dari para pemimpin bangsa dalam pengamalan Pancasila telah menjalar pada lunturnya nilai-nilai Pancasila di masyarakat. Kurangnya komitmen dan tanggung jawab para pemimpin bangsa melaksanakan nilai-nilai Pancasila tersebut, telah mendorong munculnya kekuatan baru yang tidak melihat Pancasila sebagai falsafah dan pegangan hidup bangsa Indonesia. Akibatnya, terjadilah kekacauan dalam tatanan kehidupan berbangsa, di mana kelompok tertentu menganggap nilai-nilainya yang paling bagus.

Lunturnya nilai-nilai Pancasila pada sebagian masyarakat dapat berarti awal sebuah malapetaka bagi bangsa dan negara kita. Fenomena itu sudah bisa kita saksikan dengan mulai terjadinya kemerosotan moral, mental dan etika dalam bermasyarakat dan berbangsa terutama pada generasi muda. Timbulnya persepsi yang dangkal, wawasan yang sempit, perbedaan pendapat yang berujung bermusuhan dan bukan mencari solusi untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, anti terhadap kritik serta sulit menerima perubahan yang pada akhirnya cenderung mengundang tindak anarkhis.

Pancasila merupakan ideologi negara, sehingga sampai kapan pun sistem yang dikembangkan berdasarkan ideologi tersebut masih relevan diterapkan di Indonesia. Sistem apa pun yang digunakan, apakah disebut ekonomi Pancasila atau apa pun, yang terpenting adalah bagaimana menyejahterahkan rakyat. Sebab kita tahu Pancasila itu menginginkan bagaimana kita mampu memanusiakan manusia

Dampak dari lunturnya nilai-nilai Pancasila yang nampak secara jelas dalam sebagian besar masyarakat kita adalah tumbuhnya gaya hidup yang materialistik konsumtif dan cenderung melahirkan sifat ketamakan atau keserakahan, serta mengarah pada sifat dan sikap individualistik. Di sisi lain, dampak buruk terhadap ekonomi, sosial budaya dan politik semakin parah dengan lunturnya nilai-nilai Pancasila pada sebagian elit politik. Reformasi yang diharapkan mampu menciptakan keadilan sosial sehingga da-pat memperbaiki kesejahteraan rakyat se-cara keseluruhan, ternyata masih tepat di-sebut sebagai impian belaka. Partai-partai yang berkuasa ternyata hanya meneruskan budaya primordialisme baru yang berorientasi pada kekuasaan dan pemaksaan kehendak. Para elit politik dan birokrasi masih cenderung berorientasi mempertahankan kekuasaan dan disibukkan untuk memikirkan strategi agar dalam setiap pergantian kekuasaan bisa tetap mempertahan kekuasaannya. Budaya politik yang jauh dari harapan reformasi tersebut mengakibatkan masih sulitnya penegakan hukum dan pemeliharaan keamanan,

akibatnya stabilitas nasional pun masih rapuh bahkan dengan mudah sering digoyahkan oleh kelompok-kelompok kecil separatis. Dengan kondisi yang masih seperti itu, investor juga mejadi ragu untuk menanamkan modal mereka di Indonesia. Maka tanpa investasi, sektor riel pun tak akan berjalan, akibatnya tak terbuka peluang kerja baru, sementara jumlah angkatan kerja yang semakin bertambah akan lebih meningkatkan angka pengangguran yang berarti berpotensi untuk memicu timbulnya masalah yang baru lagi.

Kondisi dan situasi ekonomi, sosial budaya dan politik yang cenderung tak bernuansa Pancasila itu sebenarnya tak perlu terjadi jika reformasi dilakukan secara konsisten, yakni pembaharuan yang dijiwai Pancasila dengan tetap berorientasi pada keadilan dan kesejahteraan bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Karena pada hakekatnya persatuan dan kesatuan bangsa adalah bagian dari Pancasila yang harus dilaksanakan secara konsekuen. Munculnya berbagai masalah disebabkan reformasi hanya digunakan sebagai promosi menarik simpati rakyat, kemudian tampuk kekuasaan yang berhasil diraih hanya dimanfaatkan untuk mendukung kepentingan partai atau golongan tertentu. Selama pemegang kekuasaan masih belum berorientasi pada kepentingan seluruh bangsa sebagai suatu kesatuan dan persatuan, yang nota bene adalah salah satu sila dari Pancasila, maka selama itu pula kondisi yang dialami bangsa dan negara ini masih akan tetap kacau dan amburadul.

Di era reformasi ini, Pancasila menghadapi ujian bagaimana mewujudkan kembali nilai nasionalisme dan demokrasi yang hilang belakangan ini. Di satu sisi rakyat dihadapkan fenomena globalisasi, kapitalisme. Nila universal memasuki sendi-sendi kehidupan berbangsa. Tantangan global kian dirasakan menjadi musuh nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pada saat yang sama dihadapkan pada pembangunan bangsa yang sarat dengan KKN telah menghasilkan kemiskinan di mana-mana. Persoalannya, siapa yang menjadikan lunturnya rasa nasionalisme? Pancasila sarat dengan nilai-nilai kejuangan. Pertama, secara kodrati bangsa Indonesia memiliki tingkat pluralitas tinggi. Kondisi ini dapat memberikan implikasi positif bagi tumbuh dan berkembangnya negara dan bangsa, kalau rakyat dengan segala perangkat mampu mengelolanya. Namun jika salah pengelolaan, apalagi diperparah oleh ketiadaan "zat perekat'' bangsa, kemajemukan itu justru berisiko tinggi. Bahkan bukan tidak mungkin kehancuran negara akan terjadi. Karena itu, bangsa Indonesia harus berani melakukan reideologisasi terhadap Pancasila. Artinya, kalau rezim Orde Baru telah mendegradasi nilai-nilai fundamental Pancasila melalui idealisasi sekaligus memperlakukannya sebagai "agama politik", kiranya saat ini Pancasila harus diposisikan kembali pada fungsinya sebagai ideologi perekat bangsa. Kedua, jika era ini diabstraksikan sebagai era ilmu pengetahuan dan teknologi, ia akan mengalami proses transformasi budaya dari tradisional ke modern. Dari mitos ke logos, dari nasional ke transnasional, lalu ke global mondial. Pada titik tertentu, manusia Indonesia dapat terombang-ambing, bahkan kehilangan jati diri, jika tidak memiliki pedoman hidup bernegara. Sehubungan dengan itu, dibutuhkan Pancasila sebagai ideologi yang telah mengaktualisasikan diri dengan cara mengintegrasikan norma-norma dasar, teori ilmiah, dan fakta objektif (Kuntowibisono, 1993), sehingga memungkinkan berlangsung proses interpretasi dan reinterpretasi secara kritis dan jujur. Tingkat akhir akan menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang dinamis, akomodatif, dan antisipatif terhadap kecenderungan zaman. Ketiga, gelombang keoptimisan proses transformasi masyarakat tradisional ke masyarakat modern, masih menyisakan "bom-bom" keresahan yang sewaktu-waktu meledak. Memang, fenomena modernitas menjanjikan kemudahan hidup, rasio terninabobokkan, lalu perburuan atas materi dan hedonisme diperbolehkan. Namun seiring dengan itu, beraneka ragam deviasi perilaku kelompok masyarakat yang merefleksikan keterasingan dan kekosongan jiwa makin menyeruak ke permukaan. Yang mencolok adalah munculnya budaya kekerasan dan pendewaan kepada daging. Begitu banyak orang terisolasi dari kehidupan yang sebenarnya. Persoalan hidup kian berat. Solidaritas dan persaudaraan sesama manusia kian luntur. Nilai kebersamaan, kerjasama, gotong royong bahkan keadilan sosial dipandang sebagai nilai yang kadaluwarsa (Kuntjaraningrat, 2004). Karena itulah, sebagai komunitas bangsa yang inklusif, rakyat membutuhkan Pancasila sebagai ideologi humanitas semesta, yang mampu menjadi filter atas berbagai pengaruh negatif fenomena modernitas.
Melihat kondisi yang memprihatinkan tersebut, hendaknya agar semua pihak melakukan empat hal untuk mengembalikan kemurnian nilai-nilai Pancasila. Yang pertama adalah mengembalikan Pancasila sebagai ideologi negara demi menjamin pluralitas dan demokrasi dalam kehidupan berbangsa. Kedua, mendesak elite politik dan pemerintah agar mampu menjalankan roda kekuasaan sesuai dengan Pancasila demi tegaknya nilai-nilai kdtuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan keadilan sosial. Ketiga adalah mendukung pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap tindakan yang menyimpang dari Pancasila, seperti korupsi dan kekerasan bernuansa suku, agama dan budaya. Yang terakhir, imbauan agar semua pihak meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama yang dilakukan oleh partai politik, yaitu korupsi, kolusi dan nepotisme.
.
Akibat dari hal tersebut maka sistem dan praktek-praktek yang dilaksanakan justru penuh ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kekejaman, penindasan dan penginjak-injakan hak asasi manusia; penuh dengan korupsi, kolusi dan nepotisme; penuh dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan-tindakan yang menguntungkan perorangan atau golongan. Kesemuanya itu akhirnya membawa bangsa ini serba terpuruk dan mengalami krisis di segala bidang yang menyengsarakan rakyat dan mengancam kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ), yang sangat jauh dari cita-cita segenap bangsa Indonesia.

Yang menyedihkan, krisis itu menimbulkan kesimpulan, bahwa yang salah selama ini adalah dasar negara dan falsafah bangsa Pancasila, dan bukannya kesalahan pelaksana atau dalam pelaksanaannya.

Menyadari akan semuanya itu, maka dirasa sangat perlu untuk menyebarluaskan kembali Pancasila ke segenap lapisan masyarakat dan terutama generasi muda Indonesia, agar kita semua bisa memahaminya secara utuh, meyakini akan kebenarannya, dan siap untuk memperjuangkan dan melaksanakannya.

Masyarakat Indonesia terhenyak ketika media massa nasional memberitakan telah terjadi upaya melupakan Pancasila. Bahkan jajak pendapat yang dilakukan media – media massa lalu disimpulkan bahwa Pancasila sudah dilupakan.

maka kita kaum muda harus sering mengemukakan Pancasila hingga tercapainya kembali sebuah perekat Bhinneka Tunggal Ika.
Jadi, apa benar Pancasila itu tidak penting???????? Apakah kita ingin terus melihat Indonesia yang penuh dengan pembakaran dan pengerusakan rumah ibadah? Atau kita gembira melihat Indonesia menjadi lahan subur intervensi luar,tawuran antar kelompok, pribadi dan bahkan etnis yang semua itu hanyalah suatu seting untuk kepentingan seseorang ataupun golongan?

Inilah yang seharusnya kita perangi. Solusi itu sudah ada dalam Pancasila. Tinggal apakah kita mau merenungi dan sekaligus melakukan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila.
Oleh : Muhammad Ivana Putra
Mahasiswa Fak. Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Aktifis Domisili Gresik